"Berkhayal lah seluas biru langit, berpikir lah sedalam biru laut, horizontal sama rata sama rasa. Buka jendelamu lalu pandanglah, buka pintumu ayo keluarlah, bebas lepas lepaskan kebebasan. Jangan takut keluarlah, hadapi dunia dengan menari" [Slank Dance].

Wednesday 24 April 2013

Karena Wanita (Sedikit Susah) Untuk Dimengerti



Sabar-sabar, mungkin judul postingan ini sedikit mengandung rasa kontroversial bagi yang membacanya, terutama buat Sista-sista sekalian. Nggak ada maksud untuk menyudutkan salah satu pihak yang terkait, dalam hal ini pihak cewek atau pun pihak cowok. Inti dari postingan ini hanyalah sebuah pengalaman pribadi saya saat menjalin hubungan dengan beberapa sosok cewek dalam rangka berpacaran. 

Nah, saat berpacaran itu terkadang ada hal-hal yang membuat saya mangkel, sebel, nggregetno, dan kalau diingat-ingat ya lucu juga hahaha. Hal-hal itu muncul disebabkan karena ulah sosok si cewek yang terkadang memang sedikit susah untuk dimengerti.
Cukup basa-basinya, biar mudah mencerna apa yang saya maksud, langsung saja silahkan baca beberapa ilustrasi di bawah ini :

Pemeran :
A : Aku (Cowok)
C : Cewek

Kamu Selingkuh Ya??!!
(Ceritanya si Cewek telepon saya nih).
C : Hallo... Dimana?!
C : Kok sms ku semalem nggak dibales?! (Langsung tanya membabi buta).
A : Iya, hallo juga. Ini di warnet, belum sempat bales karena masih sibuk, Ay.
C : Pagi juga nggak sempat bales sms?! 
C : Tadi pagi Pas aku telepon juga nadanya sibuk.
C : Kamu selingkuh ya??!! Lagi teleponan sama siapa tadi pagi?!
A : Pagi tadi masih tidur, bangun tidur langsung ke warnet nyelesein tugas, Ay.
A : Aku nggak telepon siapa-siapa kok, orang lagi tidur. (Tetep kalem).
C : Lah, terus kok nadanya pas ditelpon sibuk gitu?!
A : Ya, mana aku tau. Sinyalnya kali bermasalah. 
A : Tanya sama operator aja hehehe. (Coba mencairkan suasana).
C : Tau ah... Lagi ngapain sekarang?!
A : Baru selesai ngetik makalahnya orang.
C : Hah?! Apa?! Gak jelas.
A : Baru selesai ngetik makalahnya orang. (Sedikit teriak, biar jelas).
C : Kok jawabnya ketus gitu pake' teriak-teriak?! 
C : Yaudah deh, Assalamu'alaikum...!! 
A : Lah... Wa'alaikumsalam (Geleng-geleng kepala). 
(Busyeet. Tadi pelan katanya nggak denger. Suaranya dikerasin sedikit katanya ketus. Masih anget ini... Baru kejadian tadi pagi).

Dongeng Gagal...!!
(Komunikasi chat lewat Yahoo! Messenger)
(Udah lama ngobrol santai dan enak, hingga akhirnya sampailah kita di saat yang berbahagia *ngik. Check this out..!!).
C : Mas, sekarang kok kurang perhatian sih?
A : Iya, maaf. Kan udah dijelasin kalo' lagi banyak kerjaan. 
A : Jadinya ya sedikit sibuk.
C : Udah nggak sayang ya sama aku?
A : (Udah mulai mencium aroma kurang sedap) 
A : Masih sayang kok, ya maaf, Ay, kan lagi sibuk.
A : Belom ngantuk nih, udah malem gini? 
A : Besok kan kerja (Coba ngasih perhatian).
C : Gak bisa tidur.
A : Kenapa? Aku dongengin yah biar bisa bobo' hehehe.
(Masih mencoba ngasih perhatian + rayuan).
C : Males... << (Gitu amat jawabannya yah).
A : Owh, yaudah kalo' males (Coba untuk sabar).
A : (Lamaaa nggak ada balesan) Sayang...??
(Tetep nggak ada balesan).
(Pagi hari sms, "Maaf, mas semalem ketiduran". Nah lho uaaseem... Katanya nggak bisa tidur, pas coba dikasih perhatian, nyatanya malah ditinggal tidur).

Yang Lapar Kan Aku??!
(Di telepon sama Ayang *tsaaah).
C : Mas, lagi dimana? Benerin komputernya orang udah selesai belum?
A : Iya udah, selesai. Ini udah mau pulang kok.
C : Mampir ke rumah dulu yah?
A : Iya deh. Aku mau beli mie goreng dulu, soalnya laper.
C : Dibungkus aja, makan dirumahku aja.
A : Iya deh. Kamu mau nitip dibungkusin mie goreng juga, nggak?
C : Gak, aku udah makan tadi. Masih kenyang.
A : Ok deh.
(Sampai di rumah si cewek, ngobrol-ngobrol. Mulai deh makan mie goreng, laper bro... Baru makan beberapa sendok).
C : Enak, Mas, mie gorengnya?
A : Yo enak. Lha wong aku lapar hehehe.
C : Nyicip dikit boleh?
A : Boleh (sambil nyodorin piring mie goreng).
C : Hehehe, enak yah mie gorengnya.
C : Masnya kok gak ikut makan, ini...
A : (Lihat piring mie goreng tinggal sedikit). Udah kenyang, habisin aja gih.
C : Hehehe... Makasih yah, Mas.
A : He'em.
(Untung pacar sendiri. Kalau orang lain wes tak ulek-ulek kamu. Sudah ditawarin mau bungkus apa nggak, jawabnya nggak. Lha ternyata...)

Malam Minggu Kelabu
(Diawali dengan percakapan lewat telepon).
C : Mas, malem mingguan kemana?
A : Dirumah aja, males mau keluar, Ay. Paling maen game aja di rumah.
C : Maen kerumah dong. Ya... ya... ya? (Manja dan memelas).
A : (Karena nggak tega). Yawes, habis Maghrib nanti tak dolan kesana.
(Habis Maghrib berangkat ke rumah do'i. Perjalanan dengan motor kurang lebih 20 menit.
(Tinggal 5 menit lagi sampai di rumah do'i. Tiba-tiba HP berbunyi, ada telepon dari do'i)
C : Mas, gak usah maen ke rumah gak apa-apa deh. 
C : Lanjutin maen game aja di rumah gak apa-apa.
C : Di rumah lagi ada temen-temenku. 
C : Ini lagi pengen curhat-curhatan di kamar hehehe.
C : Udah dulu ya, Mas. I love you. Assalamu'alaikum.
A : Wa'alaikumsalam (Mbatin cuuuk...nggapleki).

Pulang atau Kemana?!
(Hari Minggu, sehabis menghadiri acara pernikahan teman. Motor mulai berjalan pelan-pelan).
A : Mau lanjut kemana nih? Mumpung bisa jalan-jalan keluar.
C : Terserah Mas aja.
A : Mbok ojo terserah tho. Pengennya kemana?
C : Kemana ya? Mmmm... terserah wes.
A : Kalo' terserah, ya pulang aja gimana? Dari pada nggak ada tujuan yang jelas.
C : Iya deh.
(Sampai di rumah si cewek. Dibuatin kopi, ngobrol santai sejenak)
C : Sebenernya tadi aku pengen ke mall. Pengen lihat-lihat harganya jeans.
A : (Segera pura-pura nggak ngrespon dan sibuk ngutak-atik HP)
(Lha mbok ngomong dari tadi kenapa tho? Nggak semua laki-laki punya bakat kaya' Dedy Corbuzier yang bisa menebak pikiran orang lain. Ngerti?).

Hehehe... Ya begitulah sekelumit pengalaman saya. Saya rasa di luar sana juga banyak yang mengalami seperti apa yang saya alami. Mohon maaf buat Sista-sista sekalian hehehe, toh saya nggak men-generalisir tho? Memang nggak semua cewek seperti itu hehehe.
Kalau pun ada yang tersindir atau merasa seperti apa yang saya paparkan di atas, ya bagus. Malah bisa buat kritikan yang membangun tho? Hahaha. Intinya, biar kata Sista-sista terkadang bikin sebel dan nggregetno, yang jelas rasa sayang dari kami para kaum Adam nggak berubah. Walau pun penyampaian rasa sayang itu kadang nggak seperti yang diharapkan para Sista-sista sekalian hehehe.
Kalau ada lagu "Karena wanita ingin dimengerti", sebenarnya kami kaum Adam juga ingin "Dimengerti" lho.

share on facebook

Thursday 18 April 2013

Ke Gunung Lawu


Ini perjalanan bulan Januari, baru bisa diposting bulan April... Aaiih koplak deh. Baiklah, langsung saja kita simak perjalanan menuju Gunung Lawu berikut ini.

Tanggal 04 Januari 2013
Kondisi saya sebenarnya sedang flu ringan, apalagi sejak akhir Desember sampai awal Januari bolak-balik Jember - Jogja sebanyak 2 kali, bikin badan sedikit drop sih. Tapi yah, masih bisa diatasi lah, keinginan buat mendaki lebih besar dari pada flu ringan yang saya rasakan hahaha. Langsung saja, sore hari saya jemput Dayat di rumahnya menggunakan motor. Sampai di rumah Dayat, ngopi sebentar terus langsung cabut menuju Terminal Tawangalun Jember. Sesampainya di terminal, motor saya titipkan di tempat parkir untuk lima hari ke depan, karena untuk perjalanan menuju Solo kami akan menggunakan bus ekonomi.
Maghrib menjelang, setelah sholat di musholla terminal, kami lanjut duduk-duduk di tempat menunggu bus yang tersedia. Sebenarnya selepas Maghrib bus jurusan Banyuwangi - Yogya sudah mulai beroperasi, tapi kami memutuskan untuk memilih bus yang berangkat agak malam, dengan harapan sesampainya di Terminal Tirtonadi Solo, hari sudah terang.
Kurang lebih jam 20.30 WIB, kami pun berangkat menuju Solo dengan menggunakan bus Mila ekonomi AC. Awalnya perjalanan berjalan lancar, hingga akhirnya sampai di daerah Mojosari, Mojokerto, bus berhenti dikarenakan kaca depan bus retak akibat ulah orang tidak bertanggung jawab yang melempari kaca dengan batu (aaiih... orang gila kurang kerjaan). Setengah jam kemudian, setelah sang kernet berhasil melakban kaca dan memastikan kaca bus nggak akan pecah akibat goncangan, perjalanan kembali dilanjutkan.

Tanggal 05 Januari 2013
Ngeeengg... kurang lebih jam 05.30 WIB sampailah kami di Terminal Tirtonadi Solo. Begitu turun kami berdua langsung bayar peron dan masuk ke tempat pemberangkatan bus antar kota untuk meneruskan perjalanan menuju Tawangmangu, Karanganyar. Seperti sudah paham dengan melihat keril yang kami gendong, sang kernet bus jurusan Tawangmangu pun langsung mengajak kami menuju busnya. "Ayo Mas, Tawangmangu, Gunung Lawu langsung naik". Beberapa saat setelah naik, bus Rukun Sayur jurusan Solo - Tawangmangu berangkat. Cuaca pagi itu cukup cerah, penumpang bus Rukun Sayur banyak didominasi oleh anak-anak yang akan berangkat sekolah, dan juga mbok-mbok yang akan menuju pasar.
Sekitar 1,5 jam setelah melewati jalan berkelok naik turun khas pegunungan, sampailah kami di Terminal Tawangmangu. Gerimis kecil menyambut kedatangan kami di terminal ini. Banyak kernet-kernet angkutan desa yang langsung menawari kami untuk naik angkutannya dan siap mengantar ke Cemoro Kandang atau Cemoro Sewu, tempat pos pendakian Gunung Lawu berada. Tapi kami hanya senyum sambil menolak halus. "Arep golek sarapan sek, Mas (Mau cari sarapan dulu, Mas)".
Kami pun masuk ke sebuah warung di terminal, memesan 2 porsi nasi rawon dan 2 teh hangat. Sambil menunggu pesanan tersedia, kami pun ngobrol dengan ibu pemilik warung tersebut. Yak, pesanan sudah hadir, kami pun makan cukup lahap, Alhamdulillah. Setelah membayar, kami pamit kepada ibu pemilik warung untuk melanjutkan perjalanan menuju pos pendakian Gunung Lawu. "Ngatos-atos nggih, Mas, matur nuwun (Hati-hati ya, Mas, terima kasih)", begitu kalimat terakhir dari ibu pemilik warung.
Kami keluar dari terminal dan berencana menunggu angkutan desa di luar terminal, karena kami pikir kalau naik dari dalam terminal pasti bakal nunggu lama banget. Di luar terminal kami mampir sejenak di sebuah toko untuk membeli keperluan logistik. Setelah komplit, kami pun naik angkutan desa, dibantu oleh sopir angkutan, tas kami di letakkan di atas mobil. Kami pun masuk dan duduk manis (ceileee) di dalam angkutan yang nyatanya tetap saja kami harus menunggu lama sampai mobil angkutan penuh diisi penumpang. Entah berapa lama kami menunggu, akhirnya mobil angkutan desa berjenis colt yang kami tumpangi pun berangkat. Jalan berkelok naik turun kami lalui, dan akhirnya sampailah kami di pos pendakian Cemoro Sewu.
Sekedar informasi saja, pos pendakian Gunung Lawu dibagi 2, yaitu pos pendakian Cemoro Kandang, terletak di wilayah Karanganyar, Jawa Tengah. Kemudian beberapa ratus meter ke arah timur dari pos pendakian Cemoro Kandang, terdapat pos pendakian Cemoro Sewu yang masuk wilayah Magetan, Jawa Timur. Lha kami berdua kan dari Jember, Jawa Timur?? Kalau tujuannya turun di pos pendakian Cemoro Sewu kenapa nggak lewat Madiun, terus ke Magetan, terus ke Cemoro Sewu?? Nganu... kami nggak begitu paham rute via Madiun, dari pada ntar nyasar, ya sudah kami putuskan via Solo dan Tawangmangu hehehe... Lalu kenapa nggak mendaki melalui pos Cemoro Kandang?? Nganu... konon katanya lewat pos Cemoro Sewu rute pendakian lebih jelas dan akan lebih cepat sampai puncak, walau jalannya nyatanya lebih nge-track dari pada via Cemoro Kandang.
Baiklah, sampailah kami di pos pendakian Cemoro Sewu, setelah berbasa-basi bersama mas-mas dan mbak-mbak yang ada di basecamp pendakian, kami pun istirahat sejenak di dalam basecamp. Nggak lama kemudian Dayat ngajak ngopi di warung sekitar basecamp. Skip, acara ngopi selesai. Kami lanjutkan mengurus dan membayar ijin masuk pendakian di loket yang sudah disediakan. Dengan mengucap Bismillahirrohmanirrohim, kurang lebih jam 12.00 WIB perjalanan menuju Gunung Lawu dimulai. Cuaca cerah menemani kami menyusuri jalan setapak menanjak dengan batu-batu yang tertata cukup rapi.
Setelah menapaki jalan berbatu menanjak, beberapa lama kemudian sampailah kami di Pos I. Di Pos I ini terdapat shelter di sebelah kiri jalan yang bisa digunakan untuk berteduh, sementara di seberang jalannya terdapat sebuah warung yang kebetulan sedang buka. Kami memesan beberapa gorengan tempe dan tahu lalu menyantapnya di shelter. Informasi tambahan, bahwasannya Gunung Lawu ini merupakan gunung yang pada saat tanggal 1 Suro ramai dikunjungi oleh peziarah. Lho kok?? Ada apa gerangan?? Di bagian atas Gunung Lawu ini nantinya akan banyak ditemukan makam-makam yang konon katanya merupakan makam dari keluarga Praja Mangkunegaran Solo. Kemistisan dan misteri Gunung Lawu memang sudah terkenal, selain banyak makam, di gunung ini juga seringkali digunakan sebagai tempat meditasi dan olah bathin bagi orang-orang yang interest terhadap dunia supranatural, karena dipercaya di gunung inilah tempat pamoksaan Prabu Brawijaya V. Jadi jangan kaget kalau jalan setapak menuju puncak Gunung Lawu relatif tertata dengan bagus, banyak shelter, dan juga warung-warung yang buka. Seperti yang saya ungkapkan tadi, hal ini dikarenakan begitu banyak masyarakat yang nyadran alias berziarah ke makam-makam yang dianggap keramat yang ada di Gunung Lawu. Hubungannya?? Ya tentu saja rute pendakian yang jelas dan tertata rapi, serta banyaknya warung-warung akan membuat perjalanan peziarah semakin nyaman. Iya tho?? Iya dong.
Pos I kita tinggalkan, perjalanan menanjak kembali kita lalui. Capek, kami pun beristirahat sejenak di sebuah pondok yang terbuat dari kayu (biasanya disebut pos bayangan). Kami berdua duduk di kursi kayu yang letaknya berseberangan. Nggak lama kemudian kayu yang saya duduki begoyang-goyang seperti terkena gempa kecil, eh... saya coba menoleh ke belakang, aaiih nggak ada orang, saya lihat Dayat juga anteng-anteng saja. Saya berbicara lirih, "Kulo nuwun, ngapunten nggih (Permisi, mohon maaf ya)", kemudian saya berdiri dan mengeluarkan kamera DSLR beserta lensanya. Di saat saya sibuk memasang lensa ke badan kamera, tiba-tiba Dayat nyeletuk, "S, umak nggoyang-nggoyangno kursi ta?" (Bro, kamu menggoyang-goyangkan kursi ya?)", segera saya jawab "Nggak kok", kemudian Dayat kembali menimpali "Oh, yowes (Oh, ya sudah)". Sengaja saya tidak bercerita soal kejadian yang tadi saya alami, yang sama persis dialami Dayat barusan. Saya hidupkan kamera dan mencoba mencari pemandangan bagus untuk memotretnya. Jepret...!! Muncul tulisan di layar kamera "No, CF", yang artinya kurang lebih tidak ditemukan media memori di dalam kamera. Saya coba jepret lagi, muncul tulisan yang sama. Saya coba buka tempat memori di kamera. Jreengg...!! memorinya nggak ada. Seketika saya berucap, "Wuaseeem, cuk...!! (Kata-kata kotor tidak perlu diartikan haha)". Dayat bertanya, "Opo'o, S? (Kenapa, Bro?)". "Kamerane gak onok memorine, S, jamput...!! Cuk, abot-abot nggowo kamera, tibake gak iso dinggo (Kameranya tidak ada memorinya, Bro. Sudah berat-berat bawa kamera, ternyata tidak bisa dipakai)", jawab saya dengan nada sedikit kesal. Dayat hanya tertawa mendengar penjelasan saya hahaha. Memang beberapa hari yang lalu, kamera DSLR saya dipinjam oleh teman saya untuk dokumentasi di kantornya, nah teman saya juga bercerita kalau proses pemindahan file foto dari memori ke komputer menggunakan media card reader. Saat saya ambil kamera dari teman saya, sampai di rumah saya tidak memeriksa apakah memorinya terpasang kembali di tempatnya atau tidak, saya hanya mengecharge baterai saja, saya pikir memori kalau memang sudah dilepas untuk transfer data ya bakal dimasukkan ke tempat semula di kamera. Doh...!! Itulah kebodohan saya, tidak memeriksa ulang...!!
Yaa... sudahlah, apa mau dikata, keadaannya memang sudah begini hahaha. Dayat berusaha ngadem-ngademkan suasana hati saya, "Tenang, masih ada Nokia 5800 untuk dokumentasi", kata Dayat sambil mengeluarkan hp miliknya, hahaha. Perjalanan kembali kami lanjutkan. Kami masih melalui jalan setapak berbatu menanjak, hingga sampailah di Pos II, sebuah shelter yang berada di kiri jalan. Saat itu waktu menunjukkan kurang lebih jam 15.00 WIB, badan capek selama menempuh perjalanan Jember- Solo mulai terasa, rasa kantuk pun datang, akhirnya kami memutuskan tidur sejenak, ndlosor di belakang shelter, aroma dupa yang tertiup angin sedikit mengusik hidung saya. Sayup-sayup terdengar suara pendaki lain, sedikit ramai, entah ada berapa orang. Jam 16.00 WIB perjalanan kembali kami lanjutkan, jalan semakin menanjak, sesekali melewati pohon-pohon yang tumbang akibat terpaan angin kencang. Sempat pula berpapasan dengan rombongan pendaki muda-mudi yang akan turun, salah satunya pendaki cewek tampak digendong oleh temannya, katanya kakinya terkilir dan nggak bisa jalan. Kasihan.
Sekitar jam 17.00 WIB, sampailah kami di Pos III, suasana mulai gelap karena kabut. Shelter Pos III yang berada di kanan jalan dengan atap yang sudah tidak utuh lagi tampak ramai oleh pendaki-pendaki lain yang sedang istirahat. Kami pun menyapa dan bersalaman, karena kami juga ingin istirahat sejenak di pos ini. "Ini, mas-mas yang tadi tidur di Pos II, ya?", tanya salah satu dari mereka. "Iya, Mas, udah nggak tahan capek dan ngantuk hehe", jawab kami. Dua orang pendaki berasal dari Solo, dan sepertinya sudah sangat terbiasa mendaki, utamanya mendaki Gunung Lawu. Sementara beberapa orang lagi pendaki dari Surabaya.
Melihat keril yang kami bawa, pendaki dari Solo pun nyeletuk, "Walah mas, ngapain bawa tas dan perlengkapan berat-berat, nanti di puncak juga ada warung yang buka, mau tidur di warung juga bisa. Jadi nggak perlu bawa perlengkapan komplit kalau ke Gunung Lawu". Kami hanya cengar-cengir, sambil jawab "Ya... buat jaga-jaga aja mas hehehe". Obrolan kami lanjutkan dengan suasana riang gembira (ceileee), mulai dari obrolan soal pendakian, soal Pak Jokowi di mata warga Solo yang nyatanya memang jadi sosok idola bagi masyarakat, sampai hawa dingin yang kami rasakan. Gunung Lawu memang terkenal sebagai gunung paling dingin di kawasan Jawa Timur - Jawa Tengah, entah karena memang lokasinya atau hawa mistis yang menambah dinginnya gunung, saya sendiri juga tidak begitu paham. Yang saya pahami malam itu suhu udara benar-benar dingin. Sudah pakai jaket, merokok, sambil ngobrol, beberapa dari kami sesekali tampak badannya menggigil otomatis karena menahan dingin hehehe.
Tidak beberapa lama kemudian, rombongan pendaki dari Solo dan Surabaya tadi pamit ingin melanjutkan perjalanan. Sementara kami berdua masih memilih untuk beristirahat, dan berencana akan melanjutkan perjalanan nanti. Sambil melanjutkan istirahat, iseng-iseng saya berinisiatif bikin kopi jahe untuk menghangatkan badan. Peralatan memasak saya keluarkan untuk merebus air. Saat merebus air, datanglah rombongan 3 orang pendaki lagi, beristirahat di Pos III, kami pun saling berkenalan. Ternyata 3 orang pendaki ini adalah mahasiswa dari Universitas Sebelas Maret Solo, 1 orang diantaranya adalah mahasiswa rantau yang berasal dari Indonesia bagian Timur (lupa tepatnya dari mana hehehe). Dua gelas kopi jahe sudah jadi, 1 gelas saya berikan ke pendaki-pendaki tadi, dan 1 gelas lagi untuk saya dan Dayat. Setelah saya amati, ternyata perlengkapan mendaki yang mereka bawa nggak jauh beda dengan rombongan pendaki sebelumnya, hanya membawa day pack dengan peralatan ala kadarnya, berbeda dengan kami yang terkesan membawa peralatan komplit hahaha. Ngobrol ngalor-ngidul, hingga waktu menunjukkan sekitar jam 20.00 WIB disaat kami berencana ingin melanjutkan perjalanan, tiba-tiba hujan turun, semakin lama semakin deras. Kami semua menggigil kedinginan bbrrr... Dayat memutuskan untuk buka tenda di luar shelter (karena di shelter lantainya masih ada sisa-sisa semen, jadi nggak bisa ditancepi pasak), sementara 3 orang pendaki memilih bertahan di shelter. Akhirnya 1 buah ponco saya pinjamkan ke 3 pendaki tadi, itung-itung buat melindungi tubuh biar nggak terkena tetesan air hujan yang deras, sementara saya dan Dayat mendirikan tenda yang hanya cukup diisi 2 orang di luar shelter, di bawah guyuran hujan deras. Karena mendirikan tenda di bawah guyuran hujan deras, ya otomatis badan kami juga kehujanan, eh tenda juga udah basah nggak karu-karuan, malah beberapa genangan kecil air membasahi dalam tenda. Aaiih, biarlah dinikmati saja yang ada. Berbalut sleeping bag yang juga sedikit basah, kami mencoba tidur sambil berharap hujan segera berhenti, cuaca besok pagi cerah, sehingga kami bisa melanjutkan perjalanan dengan nyaman.

Tanggal 06 Januari 2013
Pagi menjelang, cuaca sudah nggak hujan, tapi masih berkabut, dan hawa juga masih dingin. Saya keluar tenda, menemui 3 pendaki lainnya yang ada di shelter. Mereka cerita-cerita soal hujan deras semalam, takut-takut kalau salah satu dari mereka terkena hipotermia. Alhamdulillah, ternyata semuanya masih sehat wal 'afiat. Dengan mengucapkan terima kasih dan mengembalikan ponco yang saya pinjamkan semalam, mereka pun pamit untuk melanjutkan perjalanan.
Masih berselimut kabut dingin, saya dan Dayat mengamati pemandangan indah di sekitar sambil beres-beres. Kemudian kami sarapan roti, dan bersiap melanjutkan perjalanan. Kurang lebih jam 09.00 WIB perjalanan menyusuri track menanjak kami lanjutkan. Jalan semakin menanjak, sempat berpapasan dengan pendaki-pendaki lain yang turun, dan rombongan yang kalau melihat pakaiannya sepertinya rombongan dari perkumpulan ilmu bela diri. Ngos-ngosan istirahat, lalu menanjak lagi. Hingga sampailah kami di  Pos IV, tidak ada shelter di sini, hanya sebuah lahan kosong biasa. Kami lanjutkan perjalanan, track sudah mulai landai, nggak beberapa lama kemudian sampai di Pos V, lagi-lagi hanya sebuah lahan kosong, ada beberapa percabangan jalan di sini, tapi jangan kuatir, karena tanda penunjuk jalan untuk rute ke puncak terlihat jelas kok.
Perjalanan kami lanjutkan hingga sampailah di Sendang Drajat, terdapat sumber air di sini, selain itu juga terdapat makam yang berhias kain kafan di nisannya dan beberapa dupa di sekitar makam, di sini juga terdapat beberapa warung yang saat itu sedang tutup. Di sini pula kami berpapasan dengan 2 pendaki asal Solo kemarin yang hendak turun. Saling tegur sapa sebentar, dan masing-masing dari kami pun melanjutkan perjalanannya. Kami terus menyusuri jalan setapak landai dengan lembah di sisi kanan kami. Jam 11.00 WIB sampailah kami di Hargo Dalem. Kami langsung mengunjungi warungnya Mbok Yem. Karena tutup, kami ketok-ketok pintunya, terdengar suara laki-laki menyuruh kami masuk. "Nuwun sewu, Mas. Badhe leyeh-leyeh sekedap nggih (Permisi, Mas, mau numpang istirahat sejenak ya)", kata kami mohon ijin masuk. Sambil menata dan mengeluarkan barang-barang yang sedikit basah untuk diangin-anginkan, kami pun ngobrol santai dengan Mas..... ( doh... lupa namanya), anaknya Mbok Yem. Kemudian kami pesan 2 porsi nasi pecel plus 2 teh hangat untuk mengatasi rasa lapar yang sejak tadi mengganggu hehehe, nyam-nyam selesai. Nyantai, sambil bakar rokok, saya dan Dayat ngobrol soal rencana ke puncak. Akhirnya di putuskan untuk ke puncak hari ini, setelah itu turun, tidur di warungnya Mbok Yem, besok pagi baru pulang.
Sebelum berangkat summit attack, saya pamitan ke Mbok Yem, "Mbok, niki kula mbayar sekul wau, sakniki kula badhe muncak. Menawi angsal rencana mangkih badhe nyipeng mriki (Mbok, ini saya bayar nasi yang tadi. Sekarang saya mau berangkat muncak. Jika diijinkan rencana nanti mau tidur di sini)". Mbok Yem pun menjawab, "Yo, Le, ora opo-opo nginep neng kene. Ati-ati yo, Le (Iya, Nak, tidak apa-apa nginep di sini. Hati-hati ya, Nak)". Olret...!! Sambil membawa bendera merah-putih, Nokia 5800 sebagai alat dokumentasi, dan sebotol air kami berdua pun berangkat menuju Hargo Dumilah, puncak Gunung Lawu. Ditemani cuaca berkabut kami menelusuri jalan setapak menanjak untuk mencapai puncak Gunung Lawu, kurang lebih 15 menit kemudian sampailah kami di puncak Gunung Lawu yang ditandai dengan adanya sebuah tugu bertuliskan Puncak Lawu (Hargo Dumilah) 3.265 Dpl.
Cuaca yang mendung berkabut beserta hembusan angin yang cukup kencang menyebabkan pemandangan indah dari puncak Lawu tidak tampak sekali, yang tampak sepanjang mata memandang hanyalah kabut, kabut, dan kabut. Tapi hal itu tidak menyurutkan kebahagiaan kami (ceileee).
Setelah puas mendokumentasikan diri, kami pun turun kembali menuju warungnya Mbok Yem. Sesampainya di sana, tidak lama kemudian hujan kembali turun dengan derasnya, angin bertiup cukup kencang. Badai, begitulah sepertinya. Petang menjelang, anaknya Mbok Yem mulai menyalakan generator untuk menghidupkan listrik, beberapa lampu menyala, tv juga menyala menyiarkan berita kecelakaan Pak Dahlan Iskan di daerah Sarangan (dekat dengan pos pendakian kami). Kami berdua pun memesan makan malam, kemudian lanjut ngopi dan ngobrol-ngobrol bersama Mas... (anaknya Mbok Yem) sambil menghangatkan badan di perapian tempat memasak. Mulai soal cuaca ekstrim dan badai yang akhir-akhir ini sering terjadi di gunung, soal letak daerah kami berasal dan peta Jawa Timur, sampai hal mistis, menjadi bahan obrolan kami malam itu. Hingga akhirnya obrolan pun kami akhiri karena kami sudah mengantuk. Sebutir obat flu saya minum, untuk meredakan flu ringan yang saya alami. Dan zzzZz, kami pun tidur berbalut sleeping bag.

Tanggal 07 Januari 2013
Bangun pagi, kami bedua mencoba melihat keadaan di luar.  Wah ternyata masih gerimis, masih kabut, angin masih cukup kencang, intinya cuaca masih badai haha. Kembali kami memesan nasi di Mbok Yem untuk sarapan. Setelah sarapan dan ngopi kami packing (isi tas masih penuh, logistik berat sepeti mie goreng dan sarden masih utuh tidak dimasak sama sekali hahaha). Usai packing kami pun bersiap pamit kepada Mbok Yem dan anaknya. "Mbok, kula pamit wangsul, matur sembah nuwun nggih, Mbok (Mbok, saya pamit pulang, terima kasih banyak, Mbok)", ucap saya. Mbok Yem menjawab, "Yo, Le. Ati-ati yo, nek ono wektu dolan mrene meneh, sambangi Mboke (Iya, Nak. Hati-hati ya, kalau ada waktu main ke sini lagi, kunjungi Simbok)". "Nggih, Mbok (Iya, Mbok)", jawab kami. Sementara Mas... (anaknya Mbok Yem) berpesan agar kami berhati-hati, "Cuacanya sedang tidak bagus, hati-hati, Mas. Saat melewat jalan setapak yang di bawahnya ada lembah sampeyan nggak usah tolah-toleh ke belakang, walau ada suara yang manggil dari belakang terus lurus saja, nggak usah menoleh. Turunnya ambil jalur Cemoro Sewu saja, nggak usah lewat Cemoro Kandang". "Iya, Mas. Terima kasih", jawab kami. 
Berhubung cuaca masih sedikit gerimis, jas hujan pun saya kenakan. Jam 09.00 WIB, perjalanan turun untuk pulang dimulai. Kami melewati rute sama seperti saat perjalanan awal. Sesampainya di jalan setapak dengan lembah di sebelah kiri kami, angin bertiup dengan kencangnya. Weh... badai serem. Mirip tentara perang kami berlari menunduk, kemudian bersembunyi di balik pohon cantigi untuk berlindung, sesekali berlindung di balik batu. Begitu seterusnya, hingga mencapai tempat yang aman dari badai. Semakin posisi turun, terpaan angin semakin berkurang, tapi kabut masih tetap sama. Laaamaa berjalan, gerimis sudah tidak terasa, angin sudah tidak berhembus kencang, tapi kabut masih tetap sama. Skip skip skip, Alhamdulillah kurang lebih jam 13.00 WIB sampailah kami di basecamp pendakian Cemoro Sewu, start awal pemberangkatan kemarin. Saya ketok-ketok pintu basecamp. "Mas... mas, kami sudah turun, komplit hehehe". Mas-mas penjaga basecamp keluar dari kamarnya, "Masuk saja mas, terus pintunya ditutup saja. Adem kalau badai gini, Mas". Sampai bawah pemandangan memang berkabut tebal. Jalam raya di seberang basecamp pun tertutup kabut. Kami memutuskan istirahat sejenak di dalam basecamp. Telepon ibu di rumah, melaporkan keadaan anaknya yang masih sehat wal 'afiat hehehe. Nggak lama kemudian datanglah bapak-bapak paruh baya yang juga baru turun dari Gunung Lawu, entah memang hobi mendaki, atau habis ngalap berkah di gunung, entahlah saya nggak tanya lebih lanjut. 
Ngobrol-ngobrol sebentar, ternyata tujuannya sama ingin ke terminal Tirtonadi Solo. Kemudian bapak tadi mengajak ke seberang jalan raya untuk menunggu angkutan desa menuju terminal Tawangmangu.. Angkutan yang ditunggu nggak lama kemudian muncul. Ngeeeng... sampailah kami di terminal Tawangmangu. Sampai di sana kami teruskan naik bus untuk mengantar ke Solo. "Waduh, baru turun, Mas. Ditutuk'ke liburane. Gimana di gunung?", pertanyaan dari ibu pemilik warung yang kemarin lusa kami tempati makan saat baru tiba di terminal Tawangmangu. "Nggih, Bu. Di gunung hujan terus hehehe", jawab kami. Tidak lama kemudian kami pamit untuk melanjutkan perjalanan menuju terminal Tirtonadi Solo.
Sampai di terminal Tirtonadi Solo kurang lebih jam 16.00 WIB, kami terus mencari kamar mandi umum di dalam terminal untuk mandi. Sudah beberapa hari nggak mandi, kalau dipaksakan nggak mandi dan langsung naik bus ke Jember, bisa-bisa kami diusir dan diprotes oleh penumpang yang lain karena polusi udara yang kami sebabkan hahahaha. Membersihkan diri sudah selesai, sudah sedikit wangi haha, kami lanjutkan mengisi perut dan ngopi di warung terminal sambil nunggu bus menuju Jember. Selepas Maghrib kami pun lanjut naik bus Akas ekonomi AC menuju Jember. Sepanjang perjalanan hanya tiduran saja, karena badan sudah lelah, kaki juga terasa sedikit pegal.

Tanggal 08 Januari 2013
Kisaran jam 04.30 WIB pagi diiringi gerimis, sampailah kami di terminal Tawangalun Jember. Melihat ada warung kopi pinggir jalan yang masih buka, bergegas kami menuju kesana. Ngopi pagi sambil mendengarkan curhatan ibu penjual kopi hehehe. Selepas ngopi hujan turun semakin deras. Ambil motor di parkiran, jas hujan dikenakan, geber motor dengan kecepatan sedang, pulang menuju rumah. Sepertinya hujan turun dengan merata, sepanjang perjalanan dari terminal sampai rumah diguyur hujan. Sampai dirumah segera mengeluarkan barang-barang dari keril, bersih-bersih diri dan istirahat sambil mengenang petualangan menuju Gunung Lawu yang baru saja dilakoni. Seru...!!

share on facebook

Wednesday 27 March 2013

Break Sejenak


Wah udah lama nggak posting di blog. Ada apa gerangan??
Orangnya sedang sibuk...!! Alhamdulillah sedang dapat proyek kecil-kecilan nih. Jadi tukang entri data Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk acara Pemilihan Kepala Desa Bangsalsari, Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember, Tahun 2013 yang akan digelar bulan Mei 2013 nanti hehehe. Data yang di input cukup banyak sih. Orang se-Desa Bangsalsari...!! Terdiri dari lima dusun...!! *lebay 
Jadinya benar-benar nggak ada waktu buat nge-blog. Alhasil catatan perjalanan ke Gunung Lawu dan Gunung Argopuro harus di pending dulu. Penasaran seperti apa catatan perjalanan saya ke 2 gunung tersebut?? Sabar, nunggu tugas saya selesai dulu, baru nanti tak ceritakan kepada sampeyan semua hahaha... Udah dulu ya, ini lagi di telpon sama Pak Ketua Panitia, nanya'in progress penginputan data hehehe... Piss, Love, and Gaul.

share on facebook

Monday 11 February 2013

Mendaki Gunung Welirang

Desember 2012, musim hujan sudah tiba dengan intensitas yang cukup sering. Keinginan untuk mbolang terasa menggebu-gebu. Ngobrol-ngobrol bareng friend in crime selama mbolang, Si Dayat, ternyata juga pengen banget ngluyur entah kemana, asal bisa refreshing menghilangkan kepenatan. Terjadilah suatu obrolan ringan antara saya dan Dayat, alhasil dari obrolan ringan tersebut disepakati 2 hari lagi mbolang mendaki Gunung Welirang yang terletak di perbatasan Pasuruan - Malang, Jawa Timur.

Akhir kata demikian dan terima kasih. Eh??!!

Maksudnya... Akhirnya tanggal 07 Desember 2012 malam, kami berdua berangkat berboncengan naik motor. Tujuan awal kami adalah menuju rumah Seno di daerah Trawas, Mojokerto. Seno ini merupakan teman seperjuangan dan sependeritaan saat jaman kuliah dulu. Nah, menurut Seno, rumahnya itu cukup dekat dengan Pos Perijinan Pendakian di Tretes, Pasuruan. Ngeeeeng... sampai di Probolinggo kami istirahat sejenak di sebuah rumah makan untuk makan (Lha, masa' di rumah makan cuma numpang duduk... Hahaha). Eh iya, anak pemilik rumah makannya cantik lho (Begh... sebenarnya yang lapar perut atau mata kami? Entahlah... Koplak). Makan telah usai, perjalanan berlanjut, hingga sampai di pertigaan jalan, kami ambil ke kiri lewat Tretes, karena menurut Seno, kalau ambil lurus langsung ke Trawas, jalannya lebih rawan. Dari daerah Tretes menuju Trawas jalannya berkelok-kelok naik turun. Hingga akhirnya sampailah kami di rumah Seno. Setelah ngobrol ngalor ngidul berteman kopi dan rokok, kami pun istirahat.


08 Desember 2012 pagi, kami berdua bersama Seno menuju pasar untuk berbelanja kebutuhan logistik pendakian. Setelah kebutuhan logistik terpenuhi, Seno mengajak kami jalan-jalan hingga sampailah kami ke tempat wisata Air Terjun Dlundung, Trawas, Mojokerto. Sesaat setelah memarkirkan motor, Seno berinisiatif untuk pulang sebentar guna mengambil kamera SLR milik saya. Karena Seno pikir sayang kalo' sudah masuk area wisata tapi tidak didokumentasikan. Beberapa saat kemudian Seno datang sambil berkalung kamera SLR, lalu kami bertiga lanjut menyusuri jalan setapak yang sedikit menanjak untuk sampai di Air Terjun Dlundung. Sampai di sana, Seno langsung bersiap memotret pemandangan yang ada. Tapi lho?? Kamera kok nggak mau nyala?? Ternyata eh ternyata baterai kamera yang semalam saya charge lupa di bawa serta oleh Seno. Cuuk... Koplak. Mana kami semua bertiga nggak ada yang membawa HP. Akhirnya dengan menelan sedikit kekecewaan kami menikmati indah dan segarnya air terjun tanpa ada dokumentasi sama sekali. Setelah puas menikmati Air Terjun Dlundung, kami kembali ke rumah Seno untuk packing persiapan pendakian Gunung Welirang.

Packing, mandi, dan sarapan sudah selesai, kemudian Seno beserta anak dan istrinya mengantar kami ke Pos Perijinan Pendakian Gunung Welirang di Tretes, Pasuruan. Nantinya motor milik Dayat akan dibawa kembali oleh Seno. Sampai di hotel Tanjung, kami menyeberang jalan dan sampailah di Pos Perijinan Tretes. Saat ditanya oleh bapak petugas perihal rencana pendakian, kami menjawab hendak ke Gunung Welirang dan lanjut ke Gunung Arjuno, tetapi bapak petugas mengatakan, seandainya cuaca tidak memungkinkan lebih baik tidak usah lanjut ke Gunung Arjuno, karena saat ini sudah memasuki musim hujan dan cuaca di atas seringkali sulit ditebak. Kami pun mengiyakan anjuran bapak petugas tadi. Setelah menitipkan KTP asli dan mengurusi biaya perijinan, kami berdua langsung berjalan perlahan menyusuri jalan setapak berbatu yang sudah tertata rapi di belakang pos perijinan. Kurang lebih jam 12.00 WIB pendakian Gunung Welirang dimulai.


Kami masih menyusuri jalan berbatu tertata rapi yang konturnya terus menanjak. Sampailah di pertigaan jalan, ke kanan menuju wisata Air Terjun Kakek Bodo, sedang ke kiri menuju jalur pendakian Gunung Welirang. Tidak lama kemudian sampailah kami di Pos I, Pet Bocor. Di Pos I terdapat warung yang buka, kami menyempatkan singgah sejenak untuk ngopi hahaha... Benar-benar pendakian santai tanpa terburu waktu. Saat santai di warung kami melihat satu mobil jeep 4x4 off-road sedang turun sambil mengangkut belerang. Ya... jalan berbatu yang tertata rapi memang sudah dibuat demikian untuk memudahkan perjalanan mobil pengangkut belerang. Usai ngopi, kami melanjutkan perjalanan. Cuaca panas, jalan terus menanjak. Saat istirahat di jalan, kami bertemu 2 orang turis asing. Saling say hello, si turis kemudian melanjutkan perjalanannya. Akhirnya kurang lebih jam 16.30 WIB setelah melewati 2 makam, sampailah kami di Pos II, Kop-kopan. Di Pos II juga terdapat warung yang masih buka, terlihat 2 orang turis tadi sudah berada di sana. Di seberang warung terdapat sumber mata air yang bisa digunakan untuk mengisi persediaan air. Setelah mencari lokasi yang pas untuk mendirikan tenda, kami sholat bergantian, dilanjutkan mendirikan tenda dan bikin kopi.

Malam menjelang. Beberapa pendaki sampai di Pos II dan mulai mendirikan tenda. Kami berdua masih menikmati kopi dan rokok sambil memandang gemerlap lampu-lampu kota Tretes dan Trawas yang tampak seperti bintang terang jika dipandang dari Pos II. Sungguh indah. Beberapa saat kemudian gerimis datang. Kami segera beres-beres dan memutuskan masuk tenda untuk istirahat mempersiapkan fisik guna melanjutkan perjalanan esok hari.

09 Desember 2012 pagi hari menjelang, suasana masih dingin, cukup cerah. Suasana di luar sudah ramai oleh obrolan dan teriakan sekelompok pendaki lain. Tampak Gunung Penanggungan kokoh berdiri, tampak seperti miniatur Gunung Semeru. Dengan santai kami menikmati keindahan pagi hari, sambil bikin kopi dan sarapan. Sarapan sudah selesai, isi air persediaan sudah selesai, saatnya packing. Setelah berbasa-basi menyapa dan berbagi senyum kepada tenda tetangga, kami pun pamit untuk melanjutkan perjalanan. Jalanan masih tetap berbatu dan menanjak, nggak ada bonus sama sekali. Pernah saya baca di suatu blog, seorang pendaki asal jogja malah menyebutnya "Tanjakan Asu", karena tanjakannya memang benar-benar bikin kita mengumpat "Asuu..!!" Hahaha... Koplak. Lama berjalan, kami istirahat sejenak sambil menikmati sebatang coklat untuk menambah energi. Saat istirahat itulah lagi-lagi kami bertemu 2 turis yang kemarin. Tapi kali ini 2 orang turis tadi dalam perjalanan turun, rupanya kemarin sore setelah istirahat di Pos II mereka langsung melanjutkan perjalanan ke puncak. Perjalanan berlanjut, kondisi fisik saya mulai lemas, sebungkus mie instan dan bubur instan saat sarapan tadi pagi di Pos II rupanya telah lenyap dari perut saya. Lapar melanda, langkah semakin gontai sementara trek pendakian tetap saja menanjak. Finally dengan sisa tenaga yang ada sampai juga kami di Pos III, Pondokan, yeaaah. Pos III, Pondokan merupakan tempat pemukiman sementara milik para penambang belerang, disitu banyak berdiri gubug-gubug bambu sederhana yang digunakan oleh para penambang untuk tidur dan masak, sementara di bagian lembahnya terdapat sumber mata air. Setelah mencari tempat yang pas untuk mendirikan tenda, kami segera masak (mie instan lagi hahaha) untuk mengisi perut yang sudah keroncongan sedari tadi. Jam menunjukkan pukul 14.00 WIB, terjadi perdebatan diantara kami. Karena sudah kenyang saya menginginkan untuk summit attack saat itu juga, sementara Dayat ragu untuk menuju puncak, karena takut kemalaman di jalan. Lama berdiskusi akhirnya kami sepakat untuk mencoba summit attack. Agar beban yang dibawa tidak terlalu berat, kami meninggalkan tenda dan peralatan lain yang tidak dibutuhkan di pos pondokan, peralatan-peralatan yang tidak dibawa kami sembunyikan di semak-semak belukar sekiranya aman. Setelah itu kami pun berangkat menuju puncak Welirang. Lama berjalan, sampai di tengah hutan pinus, keraguan kembali muncul. Sepertinya pendakian sore itu juga harus dibatalkan, kondisi tidak memungkinkan, mendung mulai datang, kami khawatir sebentar lagi hujan turun. Kami pun kembali ke Pos III, benar dugaan kami beberapa saat kemudian setelah tenda berdiri, hujan turun cukup deras. Kegiatan sakral ngopi di malam hari terpaksa kami tiadakan, kami langsung masuk tenda hingga akhirnya terlelap tidur.
10 Desember 2012, sayup-sayup terdengar suara ayam hutan berkokok. Ternyata waktu sudah menunjukkan jam 07.00 WIB , walah dalah rupanya bangun kesiangan hahaha... Koplak. Rupanya persediaan logistik berat tinggal 3 bungkus mie instan dan 1 bungkus bubur instan. Sementara logistik ringan tinggal 1 bungkus roti, 2 batang coklat, dan 1 bungkus nutrijell. Yeah... nasib pendaki kere huahahaha. Akhirnya kami memasak air untuk merebus nutrijell dengan tambahan nutrisari sebagai bahan pemanisnya (Aneh kan?? Nggak usah kaget, kami memang kumpulan orang aneh). Setelah masak, nutrijell kami masukkan ke nesting dan dibiarkan dingin untuk selanjutkan kami bawa sebagai bekal di puncak nanti. Sementara untuk mengisi perut sebelum summit attack, kami makan 1 bungkus roti dibagi 2, segelas susu coklat untuk masing-masing (Memangnya kenyang?? Anggap saja kenyang haha). Oke, peralatan yang tidak perlu dibawa lagi-lagi kami sembunyikan di semak-semak dan berdoa agar aman sentosa. Perjalanan summit attack dimulai, trek menuju puncak masih tetap berbatu dan menanjak. Ada sekelompok penambang belerang yang sedang membetulkan tumpukan batu di jalan, kami saling menyapa dan tebar senyum. Beberapa jam kemudian sampailah kita di trek rata, suara angin menderu-deru, hamparan bunga edelweiss tampak mengering. Kami istirahat sejenak, kembali mengisi energi dengan 1 batang coklat dibagi 2 hehehe. Saat istirahat kami disapa oleh seorang penambang yang hendak turun. Penambang meminta rokok, saya beri rokok, kemudian ingin meminta air, tapi nggak jadi, karena air milik kami berasal dari air sumber alias air mentah, bukan air masak. Eh... busyet, nih penambang sombong banget yak, nggak mau minum air mentah hahaha. Kejadian tadi segera kami lupakan, dan kami melanjutkan perjalanan. Setelah melewati jalan setapak dengan tebing tinggi dan lembah yang cukup curam, tidak lama kemudian sampailah kami di hamparan tanah luas, persis di bawah puncak Gunung Welirang, alhamdulillah. Kami istirahat sejenak dan memulai membuka bungkusan keramat kami. Yaa... saatnya mencicipi jelly yang telah diramu dengan pemanis nutrisari. Kenyaang... kami kemudian melanjutkan perjalanan  dengan memilah-milah trek menanjak menuju puncak. Alhamdulillah sampai juga di puncak, karena cuaca cukup bersahabat, pemandangan di atas sungguh indah. Langit biru, lautan awan, dapur belerang tempat penambang bekerja, Gunung Arjuno tampak jelas memanjakan mata kami. Subhanallah...


Setelah mendokumentasikan beberapa pemandangan indah dan diri sendiri tentunya, kami pun turun untuk langsung kembali ke Pos III, Pondokan dan tidak jadi melanjutkan perjalanan menuju Gunung Arjuno, karena cuaca, waktu dan perbekalan logistik memang tidak memungkinkan. Seperti biasa, perjalanan turun tentunya lebih cepat dari pada perjalanan naik. Dengan waktu separuh dari perjalanan naik, sampailah kami di Pos III. Sampai di Pos Pondokan, kami segera packing peralatan. Gerimis turun lagi, kami segera membuat bivak dari ponco, kemudian kami lanjutkan memasak 2 bungkus mie instan yang tersisa sebagai tambahan energi untuk turun pulang. Masakan sudah selesai dan hampir tersaji, tiba-tiba datang bapak penambang. Ya seorang pria paruh baya yang saya temui dan saya kasih rokok saat perjalanan menuju puncak. Bapak penambang tadi kembali minta rokok, Dayat langsung kasih 1 bungkus rokok, eh bapak tadi masih mencari-cari yang lain, dengan bicara bahasa jawa nggak jelas, langsung maen embat minuman nutrisari kami. Wah... jujur saya sedikit jengkel. Seandainya si bapak masih tetap maen embat milik kami yang lain, apalagi makanan kami, saya siap perang dah. Mungkin karena badan saya sudah capek, sisa makanan yang dimasak juga merupakan persediaan terakhir, sikap bapak penambang yang kurang sopan itulah penyebab saya jengkel. Bahkan saya sempat berbisik kepada Dayat, seandainya beneran makanan terakhir kami diembat juga, saya bacok tuh bapak. Hahaha... konyol dan kekanak-kanakan ya saya... Koplak. Yah.... beberapa kondisi di atas itulah yang membuat saya bersikap seperti itu. Dengan pasang muka sedikit jengkel saya bilang ke bapak tadi, "Wes, gak onok meneh, pak... Sudah tidak ada lagi, pak". Akhirnya bapak penambang tadi pergi tanpa basa-basi atau mengucapkan terima kasih. Sambil menikmati makan, saya masih ngedumel soal sikap bapak tadi, heran... padahal bapak-bapak penambang yang lain sopan-sopan dan enak diajak ngobrol, cuma bapak penambang tadi yang bersikap kurang sopan. Baiklah kita lupakan masalah tadi, anggap saja sebagai sedekah dan penguji kesabaran.
Makan selesai, packing lanjutan selesai, kami mulai perjalanan pulang. Tidak berapa lama kemudian hujan turun dengan deras. Kabut dan bunyi petir dar der dor di atas kepala. Serem eh, jas hujan kami kenakan sambil komat-kamit bedo'a mohon perlindungan dari Yang Maha Kuasa. Sampai di Pos II, hujan mulai reda, kami istirahat sejenak di sebuah warung yang tutup. Setelah istirahat dirasa cukup, kami lanjutkan perjalanan. Hari mulai gelap, dengan cahaya senter kami masih menyusuri jalan setapak. Hujan kembali turun dengan derasnya, kami masih saja berjalan. Pos I, Pet Bocor sudah kami lewati. Akhirnya kurang lebih jam 18.30 WIB, kami pun sampai di Pos Perijinan. Alhamdulillah. Setelah membuang sampah di tempat yang sudah disediakan, kami lapor dan ambil KTP. Selanjutnya telpon Seno untuk minta jemput.

Sampai di rumah Seno, kami keluarkan barang-barang basah dari dalam carrier untuk menjemur dan mengangin-anginkannya. Cerita cerita soal pendakian, hingga akhirnya tertidur karena kecapekan. 11 Desember 2012, kami kembali mengepack barang-barang bawaan kami untuk bersiap pulang ke Jember. Ba'da Dzuhur, selepas sarapan, kami pamit kepada Seno sekeluarga untuk pulang. Thanks God...!! Thanks Welirang...!! Thanks Seno dan keluarga...!!


Gunung Welirang


share on facebook

Monday 4 February 2013

Pantai Bandealit


06-07 Oktober 2012, bersama Saboy, Dayat, Arif, dan Hari, saya berangkat refreshing mengunjungi Pantai Bandealit yang terletak di sisi Selatan Kabupaten Jember, tepatnya di Kecamatan Tempurejo. Pantai Bandealit berada dalam kawasan Taman Nasional Meru Betiri, masih satu gugusan dengan Teluk Hijau dan Pantai Sukamade (tempat konservasi penyu) yang berada di Kabupaten Banyuwangi. Pantai Bandealit menyuguhkan pemandangan alam yang masih alami dengan deburan ombak khas pantai Selatan, selain itu di Pantai Bandealit juga terdapat Goa Jepang yang merupakan pos pengamatan milik tentara Jepang saat jaman penjajahan dulu. Karena berada dalam kawasan Taman Nasional, maka selain dijadikan tempat wisata alam, Pantai Bandealit juga dijadikan tempat konservasi tumbuhan dan hewan yang dilindungi, antara lain ada Bunga Rafflesia, Banteng, Rusa, Elang, dan lain sebagainya.

Selain refreshing, tujuan kami berlima ke Pantai Bandealit adalah untuk memancing ikan. Peralatan berupa 3 alat pancing sudah kami siapkan, pun peralatan kemping, karena kami akan menginap di pantai. Kurang lebih jam 10.00 WIB, kami berlima dengan 3 motor berangkat menuju Pantai Bandealit. Sampai di pasar Ambulu - Jember, kami berhenti sejenak untuk membeli udang yang nantinya akan digunakan sebagai umpan saat memancing. Perjalanan berlanjut, hingga sampai desa terakhir sebelum masuk kawasan Taman Nasional Meru Betiri kami berhenti di sebuah toko untuk berbelanja kebutuhan logistik seperti, mie instan, air mineral, kopi sachet, dan rokok tentunya.
Memasuki kawasan Taman Nasional Betiri perjalanan pun menjadi berat, karena kondisi jalan makadam yang parah. Setelah terpontang panting sekian lama di perjalanan, akhirnya kurang lebih jam 13.00 WIB sampailah kami pos pemukiman penduduk, disitu kami ijin ke bapak penjaga pos untuk masuk ke Pantai Bandealit. Sebelum menuju ke pantai, kami berlima menyempatkan untuk mampir ke rumah pamannya si Saboy yang kebetulan tinggal di pemukiman penduduk dekat dengan Pantai Bandealit. Di situ kami mendapat jamuan makan siang (bagi saya tepatnya sarapan, karena dari pagi belum makan haha.. Alhamdulillah). Setelah mengobrol panjang kali lebar, akhirnya Pak Nasir, paman si Saboy berinisiatif untuk menemani kami berlima selama di Pantai Bandealit, asyik dapat guide gratisan nih. Setelah berkemas, kami pun melanjutkan perjalanan menuju sisi Timur pantai. Setelah memarkir motor di semak-semak, kami lanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Melewati beberapa wisma penginapan, tembus ke hamparan pasir luas dengan pemandangan pantai yang dihiasi ombak ganas khas pantai Selatan. Suasana pantai tampak sepi, hanya ada beberapa orang pemancing dan 2 orang bule yang sedang bermain pasir. Mungkin karena kondisi akses jalan yang kurang bagus menyebabkan Pantai Bandealit bukan menjadi tempat wisata alam yang banyak didatangi wisatawan. Atau mungkin juga akses jalan yang kurang bagus memang sengaja dibiarkan begitu saja, agar sedikit wisatawan yang datang?? Karena dengan sedikitnya jumlah pengunjung, maka keasrian dan kebersihan pantai akan lebih terjaga... Entahlah.
Masih bersama Pak Nasir, kami terus berjalan menyusuri pasir bibir pantai menuju kumpulan batu karang di sisi Timur untuk memancing. Setelah sampai, kami pun segera mengeluarkan peralatan memancing. Alat pancing yang berjumlah 3 masing-masing digunakan oleh Pak Nasir, Saboy, dan Dayat, sementara Arif dan Hari menjadi penonton. Saya sendiri sibuk mendokumentasikan pemandangan yang ada, dan akhirnya berinisiatif bikin kopi agar kegiatan memancing jadi lebih enjoy. Berbekal nesting dan parafin yang sudah di bawa, enam gelas kopi pun sudah terhidang.

Sampai hari menjelang sore, tak satu ekor ikan pun yang terpancing. Akhirnya kami memutuskan untuk menyudahi kegiatan memancing dan bersiap pindah tempat ke sebelah Barat untuk mendirikan tenda. Setelah menemukan tempat yang dirasa pas, motor kami parkir dan tenda pun didirikan. Sementara Pak Nasir pulang dan berjanji nantinya akan kembali lagi untuk menemani kami. Petang menjelang, angin bertiup cukup kencang, sampai tenda yang sudah berdiri sempat roboh beberapa kali hahaha...
Setelah bernarsis-narsis ria bersama panorama sunset pantai, kami memutuskan untuk memasak mi instan plus bikin kopi. Karena persediaan air tinggal sedikit, kami pun nekat memasak menggunakan air payau (edaaan haha). Di saat mulai merebus air payau, datanglah Pak Nasir membawa jala ikan, nasi putih, dan tambahan persediaan air. Sambil menunggu air masak, Pak Nasir mengajak untuk menjala ikan. Saboy, Dayat, dan Arif mengiyakan ajakan Pak Nasir, sementara saya kebagian sebagai koki malam itu, standby di tenda menyiapkan makan malam, lha Hari?? Rupanya Hari giginya sedang ngilu, jadinya nggak tertarik untuk ikut menjala dan memutuskan untuk tetap di tenda. Saya tawarkan balsem untuk mengurut rasa ngilu dan sebutir obat pereda nyeri kepada Hari. Beberapa saat kemudian Hari memutuskan untuk tidur di dalam tenda. Ngik... tinggalah saya sendiri sibuk menyiapkan makan malam dengan menu mie goreng hasil rebusan air payau plus kopi (tetap dengan rebusan air payau). Mie goreng plus kopi payau sudah siap, rombongan penjala ikan pun sudah datang dengan membawa beberapa ikan. Olret, makan malam dimulai. Makan bersama terasa nikmat, walau setiap menelan tenggorokan terasa kering karena rasanya asin sekaleee hahaha... Pak Nasir sempat bilang, lha ngapain pakai air payau, lha wong beberapa ratus meter di belakang kami ada sumur air tawar. Nah...!! kenapa baru bilang sekarang?? Hahaha... Kami semua tertawa.
Setelah makan malam selesai, kami ngobrol santai sambil menikmati hembusan angin laut, kopi payau, dan rokok. Pak Nasir memutuskan untuk melanjutkan menjala ikan. Kami yang muda-muda sudah capek dan ingin santai di tenda. Bakar-bakar ikan, ngobrol-ngobrol dan ndagel mirip orang gila, hingga akhirnya malam semakin larut dan kami tidur.

Pagi menjelang, pemandangan pantai semakin cantik berhias langit biru. Dayat, Saboy, dan Pak Nasir lanjut memancing, sementara saya, Arif, dan Hari duduk di pinggir pantai menikmati keindahan yang ada berteman kopi dan rokok. Beberapa saat kemudian, kami bergantian menjelajahi Pantai Bandealit sampai ke Goa Jepang. Sampai akhirnya, kurang lebih jam 10.00 WIB kami beres-beres peralatan dan sampah untuk persiapan pulang. Sebelum perjalanan pulang, kami mampir terlebih dahulu di rumah Pak Nasir untuk sekedar mandi dan sarapan. Badan sudah bersih, perut sudah kenyang, dengan mengucapkan ribuan terima kasih kepada Pak Nasir, kami pun pamit pulang. Sayonara....!! Terima kasih Pak Nasir, terima kasih Pantai Bandealit atas suguhan 'keperawanan' alamnya.

*) Koplak, draft dari Oktober 2012, baru terposting  Pebruari 2013


Eksotisme Pantai Bandealit


share on facebook