Yeah, akhirnya bisa kesampaian juga untuk backpacker menuju Pulau Sempu, Malang Jawa Timur. Rencana yang digadang-gadang sejak lama, akhirnya bisa terealisasi juga. Ok, informasi sedikit buat rekan-rekan semua, Pulau Sempu merupakan sebuah pulau kecil yang terletak di seberang lokasi Wisata Sendang Biru, Malang Selatan. Jadi untuk mencapai Pulau Sempu kita harus menyeberang menggunakan perahu dari lokasi Wisata Sendang Biru.
Pulau Sempu sedianya merupakan kawasan konservasi atau cagar alam yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan Daerah setempat. Nah, di sebelah selatan area Pulau Sempu ini terdapat sebuah laguna air laut alami yang terbentuk karena adanya ombak dari Samudera Hindia yang masuk melalui celah karang Pulau Sempu, yang kemudian disebut Segara Anakan. Keindahan Segara Anakan inilah yang menjadi daya tarik para traveler atau backpacker untuk mengunjungi Pulau Sempu. Sebab katanya nggak jauh beda seperti pulau Phi Phi yang ada di Thailand, itu tuh lokasi yang dijadikan tempat syuting film The Beach-nya Leonardo DiCaprio.
17 Mei 2012
Aku berangkat hari Kamis pagi sekitar jam 01.00 WIB dengan menggunakan Bus Ekonomi Restu menuju terminal Purabaya Surabaya (tempat meeting point bareng temanku yang ada di Surabaya). Ngeeeenng.... sepanjang perjalanan mata nggak bisa terpejam, padahal ngantuk. Kenapa eh kenapa?? Karena eh karena di dalam Bus ada pencopet...!! . Jadi pas naik bus, aku duduk di deretan paling belakang tho, nah di deretan depan ada satu orang bertopi yang mondar-mandir, kadang maju, kadang mundur. Nggak tau kenapa feelingku bilang, "ini orang nggak bener" (sepertinya insting wong embongan kalo' kata orang Jawa bilang). Begitu masuk daerah Pondok Dalem, Tanggul, Jember, naiklah 3 orang lagi. Dua orang duduk di deretan tengah, dan 1 orang lagi duduk di bangku belakang (deretan di depan tempatku duduk). Begitu ketiga orang tadi naik, kondektur bus yang semula ada di belakang langsung pindah ke depan. Hmmm, feelingku semakin kuat dan menyatakan "ini pasti komplotan pencopet". Benar saja, beberapa saat kemudian keempatnya beraksi, tengok kanan kiri, sambil sesekali memainkan tangannya untuk membuka atau meraih apa saja yang ada di tas atau saku orang yang ada di sampingnya, yang tentunya sedang terlelap tidur. Jelas terlihat olehku dan tentunya terlihat juga oleh beberapa orang di sebelahku yang nggak tidur. Bingung juga, mau teriak copet ntar dikira pahlawan kesiangan (sebenarnya takut juga sih, orang copetnya badannya gede-gede ). Akhirnya ya sudah diemin saja, orang-orang lain yang lihat juga pada diam saja. Malah orang di sebelahku tolah-toleh pada aku, tolah-toleh curiga lebih tepatnya!! Mungkin beliau menyangka kalo' aku termasuk anggota komplotan pencopet tadi (pak, apakah tampangku tampang kriminal?? sepertinya iya, nak. hiks entahlah). Dan kondektur sepertinya juga paham kalo' mereka pencopet, ini terlihat dari sikapnya yang seolah memberikan kesempatan kepada para pencopet untuk beraksi. Yah... fenomena seperti ini sepertinya sudah lumrah terjadi. Sama-sama tau, begitulah. Tiba di daerah Banyuputih, empat orang komplotan copet pun turun. Syukur alhamdulillah para penumpang nggak ada yang kecopetan. Yap, para pencopet turun bus tanpa hasil. Aku hanya bisa berpesan kepada rekan-rekan semua untuk berhati-hati dan menjaga diri saat berada di transportasi umum kelas ekonomi, khususnya saat malam hari.
Oke, cukup sekian intermezo cerita soal copet di bus kelas ekonomi. Ngeeeeng... bus terus berjalan, finally sampai juga di terminal Purabaya Surabaya. Rintik-rintik hujan pun turun, jam menunjukkan pukul 04.45 WIB. Aku istirahat sejenak sambil mengeluarkan sebatang rokok. Habis sebatang rokok, aku memutuskan ke musholla untuk sholat subuh. Sehabis sholat subuh, aku datangi mbak-mbak penjual kopi dan gorengan keliling yang sedang mangkal di teras musholla. Sambil menunggu temanku datang, aku pesan segelas kopi plus makan beberapa buah gorengan, kemudian datanglah bapak tua yang ternyata seorang takmir musholla terminal Purabaya. Terjadilah obrolan ngalor-ngidul antara aku, bapak tua, dan mbak-mbak penjual kopi. Pagi yang cukup bersahabat.
Kurang lebih jam 07.00 WIB temanku, Ratih Anggraeni tiba di terminal (padahal jam 05.00 WIB pas aku telpon, katanya cuma butuh 20 menit perjalanan dari rumahnya sampai terminal, ternyata eh ternyata). Si Ratih ini temanku mulai dari bangku SMP sampai SMA, nah doi memang seneng mblakrak alias mbolang, apalagi yang ada hubungannya dengan petualangan alam. Dan ide backpacker ke Pulau Sempu pun sebenarnya dari dia. Ratih datang ke terminal bawa motor, langsung aku dibonceng dan menuju rumah temannya di daerah Sidoarjo (cuma beberapa kilo dari terminal) buat minjem tenda dome. Ngeeeeng... tenda sudah di tangan, kembali ke terminal dan titip motor ke tukang parkir. Langsung cari bus ekonomi, kurang lebih jam 08.00 WIB berangkat menuju terminal Arjosari Malang. Di tengah perjalanan Ratih bilang kalau ternyata kunci motornya lupa dibawa dan masih nyangkut di motornya (doi memang agak sembrono, apalagi soal kunci motor, ini pengakuannya doi sendiri loh sumpah). Aku sih cuma bisa membesarkan hatinya dengan berkata bahwa kunci dan motor pasti aman, karena di sana ada tukang parkir yang professional lulusan Parking University dengan gelar S.P. alias Sarjana Parkir (emang ada?? ). Sampai di terminal Arjosari Malang kurang lebih jam 10.00 WIB, kemudian kami cari warung dulu untuk sarapan. Warung Soto di depan terminal menjadi pilihan kami, sekaligus sebagai tempat untuk menunggu adiknya Ratih yang juga mau ikut backpacker ke Pulau Sempu. Akhirnya sarapan selesai dan Rachmi Mandasari (Sari), adiknya Ratih juga sudah datang.
Perjalanan menuju Pulau Sempu dimulai. Dari terminal Arjosari Malang, kami kemudian naik Angkot dengan kode AG menuju ke terminal Gadang. Berbekal kemampuan berbahasa Jawa halus, mulailah aku ngobrol dengan sopir (padahal sebenarnya kan dilarang yah ngobrol sama supir ). Aku coba-coba tanya ke pak supir, semisal angkot disewa untuk mengantar kami bertiga menuju Sendang Biru, kira-kira berapa biayanya. Dengan santai pak supir pun menjawab "Rp. 250.000; itu sudah murah, mas" Busyeeet... uang segitu buat kami sih buanyak banget... mahal ternyata. Akhirnya kami nggak jadi sewa angkot, kami cuma minta di antar sampai terminal Gadang saja. Mungkin karena ngobrol akrab dengan bahasa Jawa halus, akhirnya pak supir berinisiatif mengajak kami keliling mencari angkot jurusan Gadang ke Sendang Biru, yang katanya terkadang masih ada. Ternyata pencarian angkot jurusan dari Gadang langsung ke Sendang Biru nihil. Setelah turun dari angkot AG, dari Gadang kami lanjutkan ke Pasar Turen dengan menggunakan angkot jenis colt besar atau biasa disebut mobil Bison. Kurang lebih 30 menit kemudian sampailah kami di Pasar Turen. Sampai di sana sudah banyak sopir angkot yang menawari kami menuju Sendang Biru. Kemudian kami diarahkan ke angkot yang sudah berpenumpang yang kata sopirnya sebentar lagi berangkat. Barang-barang kami oleh supir diletakkan dan diikat di atas angkot. Kurang lebih jam 11.00 WIB kami masuk dan duduk dalam angkot.
Lama menunggu ternyata angkot belum juga berangkat. Cuaca yang panas di dalam angkot membuat kami dan penumpang yang lain berteriak-teriak nggak jelas, mengajak supir untuk segera berangkat. Ternyata aspirasi kami para penumpang angkot cuma dianggap angin lalu saja oleh pak supir . Ngomel nggak jelas, ngelawak nggak jelas, nyanyi-nyanyi nggak jelas, sampai si Ratih pesen bakso (ini juga termasuk kegiatan nggak jelas), menjadi pelampiasan kami para penumpang yang menunggu tanpa kejelasan kapan angkot akan berangkat. Finally setelah menunggu lama banget, setelah angkot model carry dengan ukuran yang kecil dijejali kurang lebih 15 orang, jam 13.30 WIB kami berangkat dari Pasar Turen menuju Sendang Biru. Fyuuh... Hampir sepanjang perjalanan menuju Sendang Biru jalannya berkelok-kelok naik turun dan bergelombang (sedikit mirip rute Gunung Gumitir dari Jember ke Banyuwangi). Tapi karena sopirnya adalah sopir handal yang sempat menjadi stuntman film Transporter (ngaco' ) rute seperti di atas dianggap hal yang mudah saja. Ngeeeeng... kurang lebih jam 14.30 WIB sampailah kami di Sendang Biru yang merupakan lokasi wisata sekaligus Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Sampai di sana, kemudian kami bertiga melapor ke kantor Konservasi Pulau Sempu untuk meminta ijin masuk ke Pulau Sempu. Di dalam kantor kami bertemu rombongan lain dari Surabaya dan Jakarta yang berjumlah 7 orang. Bapak Petugas Konservasi menjelaskan bahwa untuk masuk ke Pulau Sempu kami harus mengantongi ijin yang seharusnya di urus di Kantor Kementerian Kehutanan di tempat asal kami, tapi dikarenakan kami sudah sampai di Sendang Biru, maka Bapak Petugas Konservasi siap membantu kami dengan mengeluarkan surat ijin masuk setelah kami membayar biaya administrasi "se-ikhlasnya" (ah... you know lah apa yang beliau maksud ). Bapak tadi juga bilang, karena kami baru pertama kali ke Pulau Sempu maka kami disarankan untuk menyewa guide yang telah disediakan untuk mengantar kami sampai ke Segara Anakan, sebab katanya jalur ke sana sangat rumit dan jalannya parah karena masih sering turun hujan. Sebenarnya sih aku nggak mau pakai guide, karena aku pikir toh nanti di perjalanan menuju Segara Anakan bakal ketemu dengan rombongan lain yang mungkin saja rombongan itu pakai guide, bisa dapat guide gratisan kan . Biaya sewa guide Rp. 100.000; dengan ketentuan mengantar saja sampai Segara Anakan, dimana 1 orang guide bisa membawahi 1 rombongan yang berjumlah 10 orang. Nah, rombongan dari Surabaya dan Jakarta yang berjumlah 7 orang tadi akhirnya mengajak kami bertiga gabung menjadi satu group guna menyewa guide plus menyewa perahu untuk menyeberang (penyeberangan dari Sendang Biru ke Pulau Sempu PP. Rp. 100.000; sekali angkut bisa untuk 10 orang). Aku, Ratih, dan adiknya setuju untuk gabung dengan rombongan dari Surabaya dan Jakarta tadi, selain perjalanan menjadi lebih rame, ongkos sewa guide plus sewa perahu pun menjadi lebih murah karena total biaya Rp. 200.000; bisa ditanggung oleh 10 orang.
Setelah proses perijinan (mengisi beberapa lembar formulir dan menitipkan KTP sebagai jaminan) plus biaya administrasi beres, selanjutnya kami saling berkenalan dengan rombongan dari Surabaya dan Jakarta. Kemudian dilanjutkan menyeberang ke Pulau Sempu bersama-sama menggunakan perahu motor (nggak lupa minta nomer HP pemilik perahu motor. hal ini diperlukan untuk menghubunginya kembali saat kami minta jemput kembali dari Pulau Sempu menuju ke Sendang Biru). Kurang lebih 15 menit kemudian sampailah kami di Teluk Semut (tempat menurunkan penumpang di Pulau Sempu). Sekitar jam 15.00 WIB kami mulai berjalan kaki menyusuri hutan untuk mencapai Segara Anakan ditemani guide yang sudah kami sewa. Ternyata trekking menuju Segara Anakan memang tergolong berat. Naik bukit turun bukit, jalan setapak juga becek dan berlumpur parah. Bahkan anggota rombongan beberapa kali sempat terpeleset jatuh. Rencana untuk ambil gambar di dalam hutan terpaksa aku batalkan karena kondisinya memang tidak memungkinkan. Konon katanya jarak dari Teluk Semut menuju Segara Anakan hanya berjarak 2,5 km dan dalam kondisi normal bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 1 jam. Berhubung saat itu kondisinya parah, maka perjalanan kami menjadi lambat. Sepanjang perjalanan banyak kami temui sandal atau sepatu yang sepertinya sudah rusak karena trekking yang berat. Sebenarnya sih di Sendang Biru ada tempat penyewaan sepatu seperti model sepatu bola berbahan karet yang katanya cocok untuk rute licin yang berlumpur. Tapi rombongan kami nggak ada satu pun yang menyewanya, kami semua mempercayakan kepada sandal gunung milik kami masing-masing. Selain rute yang berat, banyaknya rombongan yang lewat (entah yang akan berangkat ke Segara Anakan ataupun yang pulang dari Segara Anakan) menjadi salah satu penyebab lambatnya perjalanan kami. Mengapa demikian?? Ya karena rutenya berat, otomatis semua rombongan berjalan pelan-pelan dan hati-hati, alhasil rombongan numpuk membentuk antrian. Karena lambatnya perjalanan, rombongan pun kemalaman di jalan (sebenarnya sih belum malam, hanya saja karena berada di dalam hutan, maka jam 17.00 WIB pun tampak sudah gelap). Aku keluarkan senter dari tas, dan akhirnya ikutan jadi guide sementara, mondar-mandir bantu para pejalan kaki guna memberi sedikit penerangan, nggak peduli itu dari rombongan mana, siapa yang butuh bantuan, maka akan coba dibantu semampunya. Lelah... Nggak lama kemudian suara deburan ombak mulai terdengar, sepertinya Segara Anakan semakin dekat (ya iyalah, masa' semakin jauh). Karena lelahnya perjalanan, banyak orang-orang yang nggak sabar dan sedikit mengeluh capek sambil bertanya-tanya kapan trekking berakhir. Aku hanya bisa mengatakan bahwa kita akan sampai 5 menit lagi (walau sebenarnya aku sendiri nggak tau kurang berapa lama lagi perjalanan berakhir ). Fyuuh... akhirnya perjalanan panjang nan beratpun berakhir. Kurang lebih jam 18.00 WIB kami semua sampai di Segara Anakan. Di sini kami bertiga berpisah dengan 7 orang lainnya. Begitu kaki menginjak pasir Segara Anakan, tas dan tenda langsung aku turunkan dari pundak yang sejak tadi terasa ngilu. Aku rebahan, aku keluarkan sebatang rokok, aku hisap dalam-dalam, dan... jreeeng... hujan pun turun cukup deras. Cepat-cepat aku keluarkan jas hujan dari dalam tas untuk menutupi barang bawaan kami bertiga. Kami bertiga mencoba mengeluarkan tenda dari dalam tasnya. Huaaa... tapi karena hujan semakin deras, rencana mendirikan tenda kami pending dulu. Kami bertiga numpang berteduh pada rombongan sebelah yang ternyata nggak bawa tenda dan hanya berteduh beratapkan terpal seadanya. Sambil numpang berteduh, kami ngobrol, dari sini kami tahu kalo' rombongan yang kami tumpangi berteduh berasal dari Pasuruan, Jawa Timur. Tibake podo-podo wong jowone, dadi obrolane iso santai. Nggak terasa dan tanpa dikomando badan mulai menggigil kedinginan. Baju plus celana cemang-cemong penuh lumpur akibat trekking, ditambah kehujanan, belum lagi terpaan angin yang kencang. Bbbrrrrr.... kalo' kata orang Jawa kondisi ini disebut katisen.
Hujan mulai reda. Badan masih menggigil kedinginan. Kami bertiga mulai mencoba untuk mendirikan tenda lagi. Jreeeeng... ternyata tendanya sudah basah semua terguyur hujan tadi. Berbekal penerangan seadanya (karena cuma ada 1 senter) kami mulai menyusun tiang-tiang penyangga tenda yang ternyata nggak beres semua. Aneh... tiang-tiang penyangganya ada yang nggak cocok, sudah dicoba berulang kali tetep aja nggak cocok, alhasil tenda susah mau berdiri . Saat sedang serius mendirikan tenda, tiba-tiba byuuurrr... hujan kembali turun cukup deras, kami bertiga masih coba bertahan dengan kesibukan mendirikan tenda. Badan kembali menggigil spontan, si Ratih mulai komat-kamit dan berdoa agar hujan segera reda. Lama mendirikan tenda dan ternyata nggak ada hasil, akhirnya entah karena kasihan atau merasa senasib sepenanggungan, rombongan dari Pasuruan menawarkan bagaimana kalo' tenda digabung saja dengan terpal dan dibuat tenda darurat dengan mengikatkannya pada pohon yang ada di sebelah kami. Kami bertiga pun menyambut dengan senang hati itikad baik tersebut. Setelah lama bolak-balik, bongkar pasang, ikat sana ikat sini, akhirnya tenda darurat pun berhasil di dirikan, yah itung-itung masih bisa digunakan sebagai tempat berteduh. Setelah tenda berdiri, aku mulai membersihkan diri di Segara Anakan, setelah itu ganti baju dengan jaket yang ternyata sedikit basah karena hujan . Kami semua berkumpul dan makan malam dengan menu nasi gulung plus abon yang sudah dibawa oleh Sari, adiknya Ratih. Setelah dinner (ceiileee, dinner) aku nyalakan sebatang rokok, itung-itung sedikit menghilangkan hawa dingin yang menyerang. Di sela-sela santai, datang beberapa rombongan lagi ke lokasi Segara Anakan, melihat logatnya sih sepertinya adek-adek Mapala Kampus dari Jakarta. Ada yang langsung istirahat, ada yang langsung mendirikan tenda, ada yang bingung mencari senter karena gelap. Merasa kasihan maka aku tawarkan senter kepada dia, "Ini, mbak kalau butuh senter, punyaku bisa dipakai dulu", kataku. "Terima kasih ya, Pak", kata dia (ngik... apakah saya mirip bapak-bapak?? ah entahlah hiks). Hiyaaa... ternyata sampai sekarang senter yang aku pinjamkan tak kunjung kembali . Rasa capek dan dinginnya malam membuat kami tertidur di tempat ala kadarnya. Di sela-sela tidur terasa air hujan menetes di mukaku, sepertinya tetesan berasal dari atas tenda. Dingin, menggigil, tapi apalah daya, rasa capek sepertinya mengalahkan segalanya. Biarlah... yang aku butuhkan saat itu cuma istirahat dan istirahat.
18 Mei 2012
Pagi hari telah datang. Aku rasa masih dingin. Bangun, ya alhamdulillah akhirnya cuaca pagi ini cerah. Setelah seluruh nyawa terkumpul, aku mulai jalan-jalan di sekitar Segara Anakan. Menikmati indahnya suasana dan pemandangan pagi hari. Naik karang melihat birunya Samudera Hindia yang terbentang luas.
Setelah cukup puas berjalan-jalan, kami kembali ke camp, di sana rombongan dari Pasuruan, teman senasib sepenanggungan kami selama semalam, sudah bersiap untuk pulang. Saling salam-salaman tanpa derai air mata, kami bertigapun melepas kepergian mereka (halah, lebay). Kami bertiga kemudian sarapan dengan menu yang sama seperti tadi malam, nasi gulung plus abon. Kami kembali bertemu dan bercengkerama bersama rombongan dari Surabaya dan Jakarta.
Setelah ngobrol ngalor-ngidul, kami semua bersiap packing. Sebenarnya sih males packing, rasanya ingin semalam lagi camping di Segara Anakan, karena rasa capek masih belum hilang, tapi apalah daya keadaan tidak memungkinkan. Saat packing, sudah terbayang di benak kami medan berat yang kembali harus kami lalui. Semangat...!! Packing dimulai, tidak lupa kami membersihkan sampah dan botol-botol plastik yang sudah kosong, kemudian memasukkan ke dalam kantong plastik untuk selanjutnya kami bawa lagi ke Sendang Biru untuk dibuang di tempat sampah di sana. Yap, sebuah bentuk penghormatan kecil kami kepada alam sekitar. Miris melihat rombongan-rombongan lain meninggalkan sampah di Pulau Sempu, banyak dari mereka yang konon katanya Pecinta Alam namun tidak mau membersihkan sisa-sisa sampah yang mereka buat sendiri, malah meninggalkan begitu saja . Ok, packing dan bersih-bersih sampah sudah selesai, kami satu rombongan take picture dulu.
Kurang lebih jam 11.00 WIB, dengan mengucap bismillah, kami trekking kembali pulang. Ternyata medan yang dilalui kali ini lebih berat dari medan saat kami berangkat. Mungkin guyuran hujan kemarin malam menjadi penyebabnya. Jalan semakin licin dan berlumpur. Dengan semangat '45 kami lalui itu semua. Maju terus pantang mundur. Kalau anak sekarang mengistilahkan dengan "Semangka" (semangat kaka), maka kami akan men-translate-kan ke bahasa Jawa menjadi "Semongko" (semangat sampe' bongko).
Di tengah perjalanan pulang kami sempat berpapasan dengan rombongan bule yang menurut saya cukup "ekstrim". Sepertinya rombongan keluarga. Anak-anaknya yang usianya kisaran 10-13 tahun disuruh jalan sendiri layaknya petualang sejati, sementara si bapak selain jalan ternyata juga menggendong balita usia kisaran 3-4 th yang diletakkan di sebuah keranjang dan digendong seperti tas gitu. Gila, kalo' semisal si bapak tadi terpeleset jatuh, kira-kira apa kabarnya anak yang digendongnya . Selain itu kami juga berpapasan dengan beberapa rombongan yang akan berangkat, dan ternyata kemudian kembali lagi karena medan terlalu berat dan waktu sudah terlalu sore (sayang, padahal mereka sudah sewa guide segala). Ok, perjalanan dilanjut, ternyata medan yang semakin berat membuat kami semakin lambat. Perkiraan kalo' berangkat dari Segara Anakan jam 11.00 WIB, paling nggak sampai di Teluk Semut jam 14.00 WIB. Ternyata kami tiba di Teluk Semut sekitar jam 16.00 WIB..!! Huaaaa.... capek, jalan terseok-seok. Setelah dijemput oleh perahu motor, kami kembali ke Sendang Biru. Sampai di Sendang Biru aku langsung melepaskan kantong sampah yang masih terikat di tas, membuangnya di bak sampah, kemudian menuju kantor Konservasi untuk mengambil KTP, kemudian membersihkan diri (bisa mandi di musholla atau kamar mandi umum yang disediakan oleh warung-warung penjual nasi). Pesan kopi plus menyalakan rokok, ngobrol-ngobrol sama teman-teman rombongan yang ternyata sudah menyiapkan mobil carteran dari Sendang Biru menuju Gadang. Di sini aku, Ratih, dan Sari ditawari untuk bareng bersama rombongan. Dengan membayar biaya tambahan, kami setujui tawaran tersebut. Kurang lebih jam 18.00 WIB ngeeeeng.... mobil jenis colt tanpa lampu dalam, melaju menuju Gadang. Ternyata di dalam mobil terjadi diskusi antar rombongan, yang ternyata minta diturunkan di dekat alun-alun kota Malang. Sampai dekat alun-alun kota Malang rombongan berpisah. Rombongan dari Surabaya dan Jakarta berencana mencari penginapan di sekitar alun-alun, sementara aku, Ratih, dan Sari mencari angkot menuju Terminal Landungsari, selanjutnya menginap di rumah kakaknya Ratih di daerah Dau Regency, Malang.
Sabtu, 19 Mei 2012 pagi aku dan Ratih (sementara si Sari tetap stay di rumah kakaknya) pulang. Dari Dau Regency menuju Terminal Landungsari, dilanjutkan ke Terminal Arjosari. Dari Terminal Arjosari, aku dan Ratih berpisah. Ratih langsung mencari bus menuju Surabaya, sementara aku masih mencari warung dulu. Setelah puas ngopi dan rokokan, kurang lebih jam 11.00 WIB aku terus mencari bus ekonomi menuju Jember. Alhmadulillah sampai rumah dengan selamat kurang lebih jam 15.00 WIB. Lumayan puas backpacker kali ini. Walau melelahkan tapi menyenangkan. Entah kapan, rasanya ingin mengulangi lagi. Buat para traveler dan backpacker yang lainnya silahkan coba nikmatnya backpacker menuju Pulau Sempu, Malang Jawa Timur, dijamin perjalanan anda akan berkesan. Saat pulang, jangan lupa bersihkan sampah ataupun botol-botol bekas air minum yang sudah tidak terpakai , dan bawa kembali ke Sendang Biru untuk di buang di sana, agar kebersihan, keasrian, dan keindahan Pulau Sempu tetap terjaga.
Tambahan :
Biaya backpacker yang dikeluarkan kurang lebihnya : Berangkat >> Jember-Surabaya (Rp. 30.000;), Surabaya-Arjosari Malang (Rp. 10.000;), Arjosari-Gadang (Rp. 2.500;), Gadang-Pasar Turen (Rp. 5.000;), Pasar Turen-Sendang Biru (Rp. 15.000;), Sewa Guide (Iuran per-Orang Rp. 10.000;), Sewa Perahu Motor PP (Iuran per-Orang Rp. 10.000;), Biaya Masuk Sendang Biru (Rp. 6.000;), Biaya Administrasi Masuk Ke Pulau Sempu (Iuran per-Orang Rp. 10.000;).
Pulang >> Sendang Biru-Alun-alun Malang (Rp. 20.000;), Alun-alun Malang-Landungsari (Rp. 5.000;), Landungsari-Arjosari (Rp. 2.500;), Arjosari-Jember (Rp. 28.000;).
Total biaya kurang lebih Rp. 154.000; ngopi plus rokok digenapkan jadi Rp. 180.000;
10 Komentar:
haseeeem pengeeeen
wkwkwkwk...... tp kok ya disebutno sembrono ne iku lo.... hahaha....
next time ======> Karimun Jawa, Ranu Kumbolo or Kawah Ijen (tunggu duit ngumpulnya seberapa dulu, tinggal pilih pergi spot yang mana :D)
Salam Lestari Bang!
Mari Kita Ulangi! :)
@Ojeb : lho... lho, mosok selama bertahun-tahun pas umak neng ngalam belum maen kesitu??
@Ratih : lha kan pancene sembrono tho?? hahaha... sek nyelengi sek gawe bondo mblakrak :P
yaa....yaa..... aku akui emang sembrono... hiks... :D
okey... aku juga lagi ngumpulin bondo.... :)
kapan2 blakrak'an neh yaa....
dengan anggota tim yang lebih banyak tentunya..
hahahhaa ketemu di blog, mas wisnu & mba ratih :D
info2 ya klo pd mw ngulang lg,,ikutttt :D
eh hehe... ketemu di sini, OK ntar kalo' ada rencana ke sempu lagi, kabar-kabar deh :D
Mas2 dan mba2 mohon infonya di perizinan itu yg tdk memiliki ktp apa boleh masuk pulau sempu?
@Anonim : itu yg nitipkan KTP cuma ketua regu (yg ngisi formulir perijinan) aja, nggak semuanya kok.. jadi kalo sampeyan rombongan (lebih dari 1 orang) ya salah satu aja yg nitipkan ktp, semisal nggak ada ktp bisa pake' kartu tanda pelajar/mahasiswa kok (seingatku gitu) :D
mauuuuuu
Wah pulau sempu bagus banget..wajib dilestarikan
semoga pariwisata Indonesia makin maju
Post a Comment