"Berkhayal lah seluas biru langit, berpikir lah sedalam biru laut, horizontal sama rata sama rasa. Buka jendelamu lalu pandanglah, buka pintumu ayo keluarlah, bebas lepas lepaskan kebebasan. Jangan takut keluarlah, hadapi dunia dengan menari" [Slank Dance].

Sunday 28 October 2012

Pesona Kawah Ijen


Allright... sesuai dengan obrolan dari Taman Nasional Baluran kemarin, setelah beristirahat sejenak di kosan, maka pada hari ini 06 September 2012, saya dan Dayat kembali melanjutkan kegiatan mblakrak menuju Kawah Ijen yang terletak di daerah perbatasan Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Kawah Ijen adalah sebuah danau kawah asam yang berada di puncak Gunung Ijen dengan ketinggian kurang lebih 2.368 Mdpl. Di kawasan Kawah Ijen terdapat tambang belerang yang dikelola dan diangkut oleh masyarakat sekitar secara tradisional.

Kurang lebih jam 12.00 WIB (bangun kesiangan brur... haha) kami berdua baru berangkat menuju Ijen via Bondowoso. Perjalanan di mulai dari kosan Dayat, Situbondo menuju Bondowoso, terus melaju melewati perkebunan Kalisat Jampit, Bondowoso, sampai akhirnya perjalanan menjadi menantang karena jalan yang dilalui rusak parah selama beberapa kilo meter. Jalan yang rusak pada saat itu juga sedang diperbaiki, sehingga kendaraan yang lewat harus antri. Setelah kurang lebih 3 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di Pos Ijen. Begitu sampai kami langsung melihat keadaan sekitar. Ada kantor Pos Ijen yang nantinya digunakan sebagai tempat mengurusi perijinan dan tempat parkir motor, ada beberapa bangunan wisma tempat menginap, dan beberapa warung. Wow... bagi saya yang baru pertama kami ke Ijen, hal ini tentu di luar dugaan saya. Pada awalnya saya berpikir suasananya sepi akan bangunan, apalagi warung. Para wisatawan akan mendirikan tenda dan memasak dengan peralatan camping mereka. Intinya saya berpikir suasanya akan "nyaman" sama seperti saat saya ke Ranu Kumbolo, ternyata eh ternyata di Ijen semuanya sudah tersedia. Penginapan ada, warung pun tersedia. Sementara bagi Dayat ini merupakan kunjungannya yang kedua, Dayat pun tidak kalah kaget melihat perkembangan Ijen sekarang yang begitu pesat jika dibandingkan dengan kunjungannya yang pertama di tahun 2004 (ngik... 8 tahun yang lalu man... kehidupan terus berputar, nggak stagnan...!! haha). Lagi-lagi perkiraan kami meleset, sama seperti melesetnya perkiraan kami saat mengunjungi Taman Nasional Baluran. Logistik yang sejak awal dibeli saat akan mengunjungi Taman Nasional Baluran, lagi-lagi tidak akan dipakai di Ijen. Mau makan, ngopi, bahkan beli camilan pun semua pasti ada di warung. Tenda pun sebenarnya nggak perlu di bawa, karena ada tempat penginapan dan masih banyak yang kosong, akan tetapi atas desakan insting survival yang haus akan petualangan alam dan sedikit untuk mengobati rasa kecewa, maka kami memutuskan untuk tetap mendirikan tenda.

Setelah melihat sekitar lokasi, kami langsung menuju warung yang kemudian kami ketahui warung tersebut bernama "Warung Bu' Im", sesuai dengan nama pemilik warung. Wow... lagi-lagi saya tertegun, warung sederhana tersebut selain menjual makanan dan minuman ternyata juga menjual anek makanan dan minuman ringan komplit dengan merk-merk terkenal. Kami pun berpikir bahwa kelak jika akan mengunjungi Kawah Ijen yang terpenting bukan membawa tenda atau logistik lengkap dengan kompor medan, tetapi yang diperlukan hanyalah uang, ya... uang. Karena di sini apa-apa sudah tersedia haha... Kami langsung pesan 2 porsi nasi goreng dan 2 gelas teh hangat untuk mengisi perut yang sedari pagi masih kosong. Setelah menyantap menu yang terhidang dengan cukup buas, kami pun ngobrol-ngobrol dengan pemilik warung, Bu' Im. Kami menjelaskan bahwa akan akan menginap dan mendirikan tenda. Bu' Im pun menimpali agar kami mengurusi ijin dulu di pos, untuk mendirikan tenda bisa di mana aja, beliau malah mempersilahkan untuk mendirikan di lahan kosong yang ada di sebelah warungnya, dan jika lapar melanda silahkan segera melapor ke warungnya hehe. Sesaat kemudian kami pun beranjak pamit untuk mengurusi ijin. Sampai di pos, kami disambut seorang pemuda tanggung yang merupakan petugas pos Ijen. Urusan ijin dan biaya administrasi selesai, kami dipersilahkan untuk memasukkan dan memarkir motor ke dalam sebuah ruangan mirip kelas. Selanjutnya kami mulai berjalan-jalan mencari-cari lokasi yang tepat untuk mendirikan tenda yang sekiranya cukup jauh dari tempat penginapan atau pun warung yang ada. Akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda di sebelah penginapan paling ujung di dekat jalan setapak menuju Kawah Ijen.

Done...!! tenda telah berdiri, Dayat segera leyeh-leyeh tiduran di dalam tenda, sementara saya leyeh-leyeh di atas matras di luar tenda menikmati senja yang segera datang sambil mendengarkan lagu-lagu MP3 dari hape kesayangan, sesekali saya lihat beberapa orang penambang berjalan memanggul tumpukan belerang, sepertinya baru turun dari Kawah Ijen, disusul kemudian beberapa bule yang juga baru turun dari Kawah Ijen. Tiba-tiba datanglah seorang bule lelaki paruh baya yang tampak sedikit kebingungan sambil membawa 2 botol air mineral kosong. Tak lama kemudian si bule menghampiri saya. Sambil menyapa hello saya persilahkan si bule untuk duduk di atas matras. Kemudian sambil berjabat tangan si bule memperkenalkan diri bernama Michael, saya menjawabnya dengan memperkenalkan diri saya juga. Sesaat setelah saya memperkenalkan nama saya, si bule bertanya, "Wisnu, are you Hindus?", segera saya jawab "Oh no, I'm a moslem". Berbekal bahasa Inggris saya yang ancuran-ancuran, kami pun ngobrol. Dari obrolan tersebut ternyata Michael berencana menginap di shelter bukan di penginapan, dan dirinya sedang kebingungan cari air untuk memasak. Saya tawarkan air mineral yang saya bawa, tapi dia menolak, karena yang dia butuhkan air mentah untuk memasak, bukan air mineral untuk minum. Kemudian saya sarankan untuk bertanya ke pos atau ke warung. Dia pun mengiyakan dan segera pergi ke warung untuk meminta air.

Senja datang, petang menjelang. Hawa dingin mulai terasa, jaket saya kenakan. Satu rombongan wisatawan lokal datang dan segera menuju ke tempat penginapan di seberang tenda kami. Kemudian kami memutuskan untuk beranjak dari tenda menuju ke warungnya Bu' Im untuk ngopi. Dua gelas kopi jahe sudah terhidang di samping piring berisi pisang goreng, Alunan lagu dangdut berirama koplo mengalun entah dari VCD player, radio, atau tape recorder yang disambungkan dengan speaker aktif, hingga suaranya terdengar cukup kencang. Kembali kami pandangi suasana sekitar, terlihat ada 1 warung lagi yang buka, terletak agak jauh dari warung Bu' Im, namun sepi pengunjung. Melihat beberapa foto yang dipajang di warung Bu' Im, sepertinya warung inilah yang menjadi tempat favorit para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Kembali kami ngobrol sama Bu' Im. Lewat obrolan, Bu' Im memberi nasehat kalau mau muncak ke Kawah Ijen dan ingin melihat blue sulfur flames atau blue fire sebaiknya berangkat jam 02.00 WIB dini hari. Blue fire ini adalah fenomena belerang yang terbakar dan akan terlihat memancarkan cahaya/api berwarna biru dan dapat dilihat jika keadaan sekitar masih gelap. Mendengar cerita tersebut, kami berdua pun menjadi semangat untuk menyaksikan fenomena blue sulfur flames atau blue fire. Kemudian kembali kami memesan nasi goreng untuk mengisi perut, agar saat naik menuju Kawah Ijen tidak kelaparan. Setelah itu, kami berpamitan untuk kembali ke tenda. Nah, setelah sampai di tenda karena nggak ada kegiatan, akhirnya kami iseng-iseng cari kayu-kayu kering dan ranting-ranting pohon yang jatuh untuk selanjutnya kami bakar dan membuat api unggun. Dengan penerangan ala kadarnya dari senter yang kami bawa, kami mulai mencari kayu di bawah pohon dan semak-semak di pinggiran jalan setapak. Setelah beberapa kayu terkumpul, kemudian kami taruh di lubang galian sebelah tenda yang digunakan sebagai tempat sampah. Taraaa.... api unggun pun jadi, lumayan untuk menghangatkan badan. Tidak lama kemudian, lampu-lampu mulai dipadamkan (biasanya di daerah terpencil, listrik menyala hanya sampai jam 21.30 WIB). Kami masih asyik bercengkerama mengitari api unggun, hingga kemudian datanglah 2 orang menghampiri kami, 1 diantaranya kami kenal, ya itu adalah pemuda tanggung si petugas pos Ijen, sedang satunya lagi adalah bapak-bapak paruh baya. Mereka berdua bergabung bersama kami mengitari api unggun sambil ngobrol-ngobrol santai perihal pendakian ke Kawah Ijen dan fenomena blue sulfur flames atau blue fire yang ingin kami saksikan.
Kemudian si bapak tadi bilang, "Oiya, sekarang malam Jum'at ya?? Hati-hati mas, di sini sendirian bahaya, nanti ada apa-apa lho. Saya yang punya warung di sana itu mas (sambil menunjuk sebuah warung yang tadi sewaktu kami ngopi terlihat sepi), mending sampeyan pindah aja, kalau cuma dua orang bisa tidur di warung saya kok. Bukannya menakut-nakuti lho, mending diangkut aja tendanya pindah tidur dan makan di warung saya". Kami hanya menjawab "Iya, pak" sambil pringas-pringis nggak jelas. Tidak lama kemudian bapak dan mas-mas penjaga pos tersebut pamit sambil kembali berpesan, "Ati-ati lho mas".
Setelah kedua orang tadi pergi, kami berdua terus cekikikan. Bukannya meremehkan apa yang sudah bapak tadi sampaikan, yang kami tangkap dari omongan bapak tadi bukan soal hal ghoibnya, melainkan soal ajakan persuasif bapak tersebut untuk pindah dan makan di warungnya. Ya, salah satu sebuah cara untuk menarik minat konsumen tetapi dengan cara yang salah. Hehehe... mungkin dipikirnya kami wisatawan ingusan yang baru naik gunung dan bakal ketakutan karena gelap dan sepi. Hehehe... perkenalkan pak, kami ini kumpulan orang slenge'an setengah gila (terutama si Dayat... haha piss bro). Sekali lagi mohon maaf kalau kami nggak pindah tempat, bukannya meremehkan omongan bapak tadi, tapi kami keburu ilfeel dengan cara bapak menarik minat konsumen untuk berkunjung ke warung bapak, terus terang cara-cara seperti itu nggak masuk buat kami. Piss, love, 'n gaul, pak. Setelah api unggun padam, kami memutuskan beristirahat guna memulihkan stamina untuk mendaki ke Kawah Ijen jam 02.00 WIB dini hari nanti.

Krusak-krusuk nggak bisa tidur. Insomnia sepertinya memang nggak mengenal tempat, entah di rumah, di gunung, di pantai, di mana saja selalu dan selalu mengganggu. Adakah yang tau solusinya?? Haha... Terasa mata mulai merem sejenak, eh alarm hp berbunyi. Sudah jam 02.00 WIB, kami segera bangun, packing peralatan dan tenda, karena nggak ada tempat buat nitipin barang-barang, akhirnya ya sudah naik ke Kawah Ijen sambil bawa tas berat. Rokok dan senter dinyalakan, Bismillah siap mendaki. Jalan setapak sepi, gelap, cuma kami berdua, hawa dingin, mata masih mengantuk, udara terasa tipis. Nggak nyangka ternyata jalannya menanjak terus, sangat-sangat sedikit jalanan rata atau menurun (kami biasa menyebutnya bonus), ya perjalanan menuju Kawah Ijen sangat-sangat minim bonus. Saat ngos-ngosan kami istirahat sejenak, dirasa cukup istirahat, kami melanjutkan perjalanan setapak demi setapak, begitu seterusnya. Hingga akhirnya Dayat duduk dan muntah, sepertinya masuk angin. Saya menghampirinya dan memberinya minyak kayu putih. Dayat minta saya untuk melanjutkan perjalanan, nanti jika kondisinya membaik dia akan segera menyusul. Saya bingung, udah setengah perjalanan sayang mau berhenti atau memutuskan kembali, tapi nggak enak juga meninggalkan Dayat sendirian. Lama menimbang-nimbang, akhirnya saya putuskan untuk melanjutkan perjalanan dan akan menunggu di tengah perjalanan di atas nanti, pasti saya tunggu, pokoknya ke Kawah Ijen harus bersama-sama. Merasa jarak dengan Dayat cukup jauh, saya pun beristirahat di sebuah pos dan memutuskan untuk menunggunya di situ. Lama menunggu, Dayat akhirnya muncul, kami istirahat sejenak di pos, hingga sampailah rombongan turis datang menyusul perjalanan kami. Salah seorang turis rupanya bisa berbahasa Indonesia dan bertanya apakah perjalanan menuju Kawah Ijen masih jauh?? Saya menjawab tidak tahu, karena ini juga perjalanan perdana saya menuju Kawah Ijen hehehe... Baiklah perjalanan kembali kami lanjutkan, jalan masih tetap menanjak, setelah lama berjalan kami pun sampai di pos penimbangan belerang, di sana rombongan turis yang menyalip kami tadi sudah sibuk melihat, memotret, dan bertanya kepada penambang belerang yang sedang menimbang hasil belerang yang diangkutnya. Dayat bertanya kepada salah satu penambang, masih berapa lama lagi perjalanan ke Kawah Ijen. Pak penambang menjawab sudah dekat, paling kisaran 30 menit lagi. Yah... kami sih sedikit nggak percaya, 30 menit itu kan menurut bapak penambang yang sudah terbiasa wira-wiri ke Kawah Ijen tanpa istirahat dan dengan speed perjalanan cepat, lha bagi kami?? 30 menit bisa saja menjadi 1 jam hahaha... Rombongan turis kembali melanjutkan perjalanan, sedang kami kembali melanjutkan istirahat dan mengatur nafas hehe... Lamaaa berselang, tampak di atas terlihat cahaya lampu senter, wah sepertinya tombongan turis tadi sudah jauh berada di atas, kami pun semangat untuk melanjutkan perjalanan.

 
Jalan menanjak setapak demi setapak kami lalui, finally kurang lebih jam 05.00 WIB setelah melalui jalan berbelok tampaklah sebuah kawah mengeluarkan asap, yap Alhamdulillah sampai juga kami di Kawah Ijen. Di sana sudah ada rombongan turis tadi yang duduk berkumpul sambil menghisap rokoknya. Kami langsung meletakkan beban berat tas yang sejak tadi berada di pundak, menggelar matras dan duduk sambil ikut menikmati rokok. Kami urungkan niat melihat blue sulfur flames atau blue fire, karena asap belerang sedang terbakar hingga asapnya berwarna kuning pekat dan tersebar kemana-mana, tepatnya sih lebih banyak mengarah ke kami dengan aromanya yang khas. Masker kami kenakan, saya pun mulai berkeliling melihat-lihat keadaan sekitar yang masih gelap dan dingin. Dayat mengeluarkan sarung dari dalam tasnya dan memakainya sebagai selimut. Nggak lama kemudian Dayat mengajak turun, waduh... sepertinya kondisinya belum membaik. Saya berikan sedikit motivasi, tanggung, eman kalau turun sekarang, dokumentasi foto belum diambil karena pemandangan belum jelas akibat suasana yang gelap, sebentar lagi matahari muncul pasti nggak akan dingin lagi, dan pemandangan akan tampak lebih indah... sabar Yat, sabar... 
Beberapa rombongan turis yang lain mulai datang, pun demikian dengan para penambang belerang. Kemudian datanglah seorang bapak yang ternyata merupakan petugas Kawah Ijen yang mengurusi soal penambangan, kami pun ngobrol-ngobrol perihal blue sulfur flames atau blue fire dan asap belerang yang terbakar dan tersebar kemana-kemana, katanya sih asap belerang kalau nggak terbakar akan berwarna putih bukan kuning dan arah terbangnya biasanya ke arah barat berseberangan dengan jalan pendaki, nah jika keadaan seperti ini, memungkinkan kita untuk turun ke bawah melihat fenomena blue sulfur flames atau blue fire. Kemudian bapak tadi undur diri untuk melakukan aktivitasnya memantau tambang belerang di bawah, sementara tampak dari ufuk timur matahari mulai menampakkan cahayanya. Saya kembali melihat keadaan sekitar untuk mengabadikan pesona alam yang ada.

Matahari mulai tampak lebih jelas, suasana mulai sedikit hangat. Eh... ketemu lagi dengan Mister Michael haha... kembali saya ngobrol dengan bahasa Inggris yang pathing pecothot, untungnya Michael bisa memakluminya haha... dia bilang kalau di Switzerland, negara asalnya sana ada beberapa gunung, tapi nggak seindah di Indonesia. Pemandangan pagi ini memang indah. Kawah hijau dengan kepulan asap, pegunungan dan perbukitan tampak kokoh berdiri, pepohonan hijau terhampar, Subhanallah. Kami pun menyempatkan untuk foto bersama sebagai kenang-kenangan, sebelum akhirnya saya pamit memutuskan untuk jalan-jalan melihat keadaan sekitar yang mulai tampak indah karena suasanya sudah terang dan cerah, yeah it's time untuk bernarsis-narsis ria hahaha. Dayat yang tadinya kurang bersemangat, kini tampak antusias. Ah... apa jadinya kalau tadi begitu sampai, saya mengikuti saran Dayat untuk turun kembali haha... Kami juga turun ke bawah Kawah untuk melihat kegiatan para penambang, di sana kami kemudian bertemu dengan beberapa rombongan turis dengan guide orang Indonesia, ada Pak Wayan dari Bali (eh... Pak Wayan apa Pak Made ya?? lupa haha) yang membawa rombongan turis asal Perancis, ada mas-mas dari Banyuwangi yang menjadi  guide freelance dan membawa rombongan turis dari Inggris. Kami pun ngobrol-ngobrol dengan guide-guide tadi. Indahnya kebersamaan di pagi hari. Lumayan dapat jatah roti dan kue coklat dari Pak Wayan, thanks pak.
Setelah dirasa cukup, kami pun pamit undur diri untuk turun pulang ke bawah. Suasana Kawah Ijen mulai ramai, didominasi oleh turis mancanegara, banyak yang cakep brur ckckckck... ada yang mirip Paris Hilton juga bwakakakak... (obrolan tuna asmara nggak jauh-jauh dari hal ini), apalagi turis dari Singapura, wow... (drooling). Baiklah saatnya turun, setelah packing matras dan sebagainya, kami pun mulai turun kembali pulang ke bawah. Dengan suasana hari yang cerah dan jalan menurun, perjalanan pulang terasa lebih ringan jika dibandingkan dengan perjalanan saat naik. 

Lama berselang akhirnya kami sampai juga di bawah. Tujuan kami selanjutnya adalah warung Bu' Im. Welah dalah... ternyata warungnya hampir penuh, banyak wisatawan yang sudah standby di warungnya Bu' Im. Masih ada tempat, kami pun duduk dan segera memesan segelas kopi. Kopi terhidang, datang pula 2 orang supir travel, kami pun bercengkerama bersama mereka, cerita suka duka menjalani aktivitas di bidang travelling dan sebagainya. Dari cerita 2 orang tersebut, muncul ketertarikan diri untuk bekerja di bidang travelling, sepertinya enak ya jalan-jalan terus hahaha.... Sudah siang, kami pun pamit untuk kembali pulang ke Jember. Ambil motor di parkiran, kurang lebih jam 12.00 WIB dengan mengucap Bismillah, perjalanan panjang menuju ke Jember kembali akan kami jalani. Sampai di perempatan Perkebunan Kalisat, Jampit (kalau nggak salah?!) kami berbelok ke arah kanan, inginnya sih mencari lokasi Pemandian Air Panas. Nah, Dayat dulu jaman kuliah sewaktu magang di Perkebunan Jampit, katanya pernah ke Pemandian Air Panas. Masalahnya sekarang dia lupa lokasi tepatnya di mana. Jadi bisa dibilang perjalanan berbelok arah ke kanan tadi adalah suatu hal yang ngawur alias coba-coba. Bingung karena arah yang dilalui ternyata menuju ke pemukiman penduduk, akhirnya kami tanya ke seseorang yang kebetulan kami temui di pinggir jalan. Saya turun dari motor dan bertanya arah menuju Pemandian Air Panas. Orang tadi hanya geleng-geleng dan bergumam nggak jelas. Setelah saya perhatikan lebih lanjut, bisa saya pastikan orang tersebut adalah orang gila. Busyeeet... setelah saya tinggal, orang tadi masih saja bergumam nggak jelas alias ngomong sendiri hahaha... Yaweslah akhirnya kami putuskan untuk pulang ke Jember saja, nggak jadi mencari lokasi Pemandian Air Panas. Ngeeeng.... perjalanan panjang kembali dilalui, hingga akhirnya sampai di Bondowoso kami istirahat sejenak di gubuk peristirahatan yang ada di pinggir jalan, mendinginkan mesin motor plus mendinginkan pantat yang terasa sangat panas. Setelah cukup istirahat, perjalanan kami lanjutkan, hingga akhirnya kurang lebih jam 16.00 WIB, saya pun sampai di rumah. Alhamdulillah....
Satu hal yang menjadi catatan saya: Untuk ke Kawah Ijen nggak perlu bawa peralatan camping lengkap, cukup bawa uang yang cukup, karena segala sesuatunya sudah tersedia di sana. Camkan itu wahai kisanak...!!

*Busyeet... petualangan hanya dua hari satu malam, kenapa ceritanya bisa sepanjang ini ya??!!

Pesona Kawah Ijen


share on facebook

Monday 22 October 2012

Taman Nasional Baluran


05 September 2012 saya berkesempatan untuk mblakrak ke Taman Nasional Baluran yang terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Taman Nasional Baluran ini diisi oleh beberapa tipe vegetasi, antara lain hutan musim, hutan mangrove, dan sabana serta dihuni oleh beberapa jenis satwa dilindungi, antara lain Banteng (yang kemudian menjadi maskot Taman Nasional Baluran), Macan Tutul, Rusa, Kancil, Monyet, Ayam Hutan (Bekisar), Burung Merak dan aneka macam burung lainnya.

Saya berangkat bersama Dayat, teman saya yang kebetulan kerja dan kos di kota Situbondo. Kami berdua berangkat boncengan naik motor. Sekitar jam 10.00 WIB, kami mulai perjalanan menuju Taman Nasional Baluran. Peralatan yang dibawa antara lain, tas carrier berisi pakaian ganti (karena kami berencana untuk menginap), tenda dome, matras, jaket, senter, dan perlengkapan memancing. Di tengah perjalanan, kami berhenti sejenak untuk membeli bekal logistik (mie instan dan air). Kemudian perjalanan kami lanjutkan, dan finally kurang lebih jam 13.00 WIB kami pun sampai di Taman Nasional Baluran.

Suasana di Taman Nasional Baluran cukup sepi waktu itu, mungkin karena kami ke sini saat hari kerja, bukan saat liburan (lho, kalau hari kerja kenapa Dayat nggak kerja?? pssstt... bolos, brur. dilarang meniru adegan berbahaya ini, jika tetap memaksa ingin mencoba, do it at own risk). Kemudian kami masuk dan melapor di pos informasi untuk mengurusi perijinan. Sampai di pos, ternyata petugas yang mengurusi tiket masih makan siang, di sana kami ditemui oleh petugas jaga yang lain. Sambil mengamati keadaan sekitar, kami pun ngobrol-ngobrol dengan bapat petugas jaga tadi. Wah ternyata keadaan sekitar jauh berbeda dengan apa yang saya bayangkan. Berdasarkan informasi dari bapak petugas jaga tadi, ternyata di Taman Nasional Baluran camping ground nya berada hanya beberapa meter dari pos informasi. Sementara di padang savana tidak diijinkan untuk mendirikan tenda, sebagai gantinya di sana sudah disediakan wisma oleh pihak Taman Nasional Baluran untuk menginap. Daann... yang lebih mengecewakan lagi, masih berdasarkan informasi dari bapak petugas jaga tadi, untuk saat ini sampai tanggal 21 September 2012, pengunjung kawasan Taman Nasional Baluran tidak diijinkan untuk menginap (baik mendirikan tenda, ataupun menginap di wisma) dikarenakan Taman Nasional Baluran masih kedatangan Tim Inspeksi dari Jakarta.
Melihat peralatan pancing yang kami bawa, bapak petugas jaga tadi juga bilang bahwa di pantai Bama (yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Baluran) pengunjung dilarang untuk memancing ikan yang ada di pantai Bama, karena itu termasuk kawasan konservasi. Waduh... kami bawa pancing sebenarnya kan juga dapat informasi dari internet kalau di pantai Bama boleh memancing, ternyata... informasi yang menyesatkan. Kamipun meminta maaf dan berjanji untuk tidak memancing. Sumpeee deee...

Setelah bapak petugas yang mengurusi tiket datang, kami langsung ijin dan membayar tiket masuk untuk 2 orang plus motor. Yah... biarlah walau sedikit kecewa dengan kondisi di lapangan, kami tetap masuk, itung-itung untuk menghilangkan rasa penasaran akan pemandangan alam savana Taman Nasional Baluran yang konon katanya mendapat julukan "Little Africa in Java".
Dari pos informasi menuju Bekol (padang savana) dengan menunggang motor diperlukan waktu kurang lebih setengah jam dengan menyusuri jalan makadam. Saat melintasi jalan menuju Bekol, beberapa kali kami menemukan titik api alias pohon-pohon yang terbakar, entah karena pengaruh kemarau atau sebab lain. Kami juga sempat berpapasan dengan petugas dari Taman Nasional Baluran yang berusaha memadamkan pohon-pohon yang terbakar. Beberapa saat kemudian, sampailah kami di Bekol. Wuaaw... pemandangannya gersang, panas, seolah-olah berada di Afrika (lebay). Setelah mengambil beberapa view foto, perjalanan segera kami lanjutkan ke Bama (pantai).

Begitu masuk ke area pantai Bama kata yang terucap pertama kali adalah "Sepi...!!" Yah namanya juga bukan musim liburan. Yang ada di area pantai hanya kumpulan monyet, dan 1 keluarga kecil yang sedang berlibur dan tampak asyik bermain pasir bersama anaknya yang masih kecil. Kami pun kemudian istirahat sejenak menikmati semilir angin pantai. Kemudian dilanjutkan dengan jalan-jalan di sekitar pantai yang memiliki pasir putih, pemandangan laut yang biru dengan ombak yang kecil. Setelah puas mengambil dokumentasi alias berfoto-foto ria, kembali kami istirahat menikmati pemandangan pantai yang menurut kami cukup indah dan terhitung masih bersih (jika dibandingkan dengan pantai lain yang sudah terkenal sebagai tujuan wisata). Kurang lebih jam 15.00 WIB, kami pun beranjak dari pantai Bama dan berencana kembali ke savana Bekol, untuk mengamati pemandangan Bekol saat senja.

Savana Bekol saat senja sungguh indah. Beberapa kumpulan rusa mulai menampakkan diri untuk minum dan bermanja di bawah senja matahari. Sementara padang savana bergoyang-goyang tertiup angin yang cukup kencang. Freedom... bebas lepas... itulah kesan yang saya tangkap. Kami juga sempat naik ke beberapa pos pantau yang ada di Bekol, menikmati kencangnya angin yang berhembus. Setelah puas menikmati senja di Bekol, kamipun langsung bersiap untuk kembali ke pos informasi, dan kembali ke kosannya Dayat.
Di saat perjalanan pulang, kami sempat mengobrol perihal nasib logistik kami (mie instan) yang sudah terlanjur kami beli, eman terlanjur beli logistik ternyata nggak jadi menginap. Akhirnya kami berdua memutuskan besok untuk melanjutkan perjalanan ke Kawah Ijen, agar kiranya logistik yang sudah terbeli tidak sia-sia dan bisa digunakan (halah, alasan yang terlalu mengada-ada). Yaaa... kami sepakat untuk kembali ke kosan untuk beristirahat dan besok pagi melanjutkan perjalanan menuju Kawah Ijen.

It's called "Little Africa in Java"

share on facebook