"Berkhayal lah seluas biru langit, berpikir lah sedalam biru laut, horizontal sama rata sama rasa. Buka jendelamu lalu pandanglah, buka pintumu ayo keluarlah, bebas lepas lepaskan kebebasan. Jangan takut keluarlah, hadapi dunia dengan menari" [Slank Dance].

Monday 11 February 2013

Mendaki Gunung Welirang

Desember 2012, musim hujan sudah tiba dengan intensitas yang cukup sering. Keinginan untuk mbolang terasa menggebu-gebu. Ngobrol-ngobrol bareng friend in crime selama mbolang, Si Dayat, ternyata juga pengen banget ngluyur entah kemana, asal bisa refreshing menghilangkan kepenatan. Terjadilah suatu obrolan ringan antara saya dan Dayat, alhasil dari obrolan ringan tersebut disepakati 2 hari lagi mbolang mendaki Gunung Welirang yang terletak di perbatasan Pasuruan - Malang, Jawa Timur.

Akhir kata demikian dan terima kasih. Eh??!!

Maksudnya... Akhirnya tanggal 07 Desember 2012 malam, kami berdua berangkat berboncengan naik motor. Tujuan awal kami adalah menuju rumah Seno di daerah Trawas, Mojokerto. Seno ini merupakan teman seperjuangan dan sependeritaan saat jaman kuliah dulu. Nah, menurut Seno, rumahnya itu cukup dekat dengan Pos Perijinan Pendakian di Tretes, Pasuruan. Ngeeeeng... sampai di Probolinggo kami istirahat sejenak di sebuah rumah makan untuk makan (Lha, masa' di rumah makan cuma numpang duduk... Hahaha). Eh iya, anak pemilik rumah makannya cantik lho (Begh... sebenarnya yang lapar perut atau mata kami? Entahlah... Koplak). Makan telah usai, perjalanan berlanjut, hingga sampai di pertigaan jalan, kami ambil ke kiri lewat Tretes, karena menurut Seno, kalau ambil lurus langsung ke Trawas, jalannya lebih rawan. Dari daerah Tretes menuju Trawas jalannya berkelok-kelok naik turun. Hingga akhirnya sampailah kami di rumah Seno. Setelah ngobrol ngalor ngidul berteman kopi dan rokok, kami pun istirahat.


08 Desember 2012 pagi, kami berdua bersama Seno menuju pasar untuk berbelanja kebutuhan logistik pendakian. Setelah kebutuhan logistik terpenuhi, Seno mengajak kami jalan-jalan hingga sampailah kami ke tempat wisata Air Terjun Dlundung, Trawas, Mojokerto. Sesaat setelah memarkirkan motor, Seno berinisiatif untuk pulang sebentar guna mengambil kamera SLR milik saya. Karena Seno pikir sayang kalo' sudah masuk area wisata tapi tidak didokumentasikan. Beberapa saat kemudian Seno datang sambil berkalung kamera SLR, lalu kami bertiga lanjut menyusuri jalan setapak yang sedikit menanjak untuk sampai di Air Terjun Dlundung. Sampai di sana, Seno langsung bersiap memotret pemandangan yang ada. Tapi lho?? Kamera kok nggak mau nyala?? Ternyata eh ternyata baterai kamera yang semalam saya charge lupa di bawa serta oleh Seno. Cuuk... Koplak. Mana kami semua bertiga nggak ada yang membawa HP. Akhirnya dengan menelan sedikit kekecewaan kami menikmati indah dan segarnya air terjun tanpa ada dokumentasi sama sekali. Setelah puas menikmati Air Terjun Dlundung, kami kembali ke rumah Seno untuk packing persiapan pendakian Gunung Welirang.

Packing, mandi, dan sarapan sudah selesai, kemudian Seno beserta anak dan istrinya mengantar kami ke Pos Perijinan Pendakian Gunung Welirang di Tretes, Pasuruan. Nantinya motor milik Dayat akan dibawa kembali oleh Seno. Sampai di hotel Tanjung, kami menyeberang jalan dan sampailah di Pos Perijinan Tretes. Saat ditanya oleh bapak petugas perihal rencana pendakian, kami menjawab hendak ke Gunung Welirang dan lanjut ke Gunung Arjuno, tetapi bapak petugas mengatakan, seandainya cuaca tidak memungkinkan lebih baik tidak usah lanjut ke Gunung Arjuno, karena saat ini sudah memasuki musim hujan dan cuaca di atas seringkali sulit ditebak. Kami pun mengiyakan anjuran bapak petugas tadi. Setelah menitipkan KTP asli dan mengurusi biaya perijinan, kami berdua langsung berjalan perlahan menyusuri jalan setapak berbatu yang sudah tertata rapi di belakang pos perijinan. Kurang lebih jam 12.00 WIB pendakian Gunung Welirang dimulai.


Kami masih menyusuri jalan berbatu tertata rapi yang konturnya terus menanjak. Sampailah di pertigaan jalan, ke kanan menuju wisata Air Terjun Kakek Bodo, sedang ke kiri menuju jalur pendakian Gunung Welirang. Tidak lama kemudian sampailah kami di Pos I, Pet Bocor. Di Pos I terdapat warung yang buka, kami menyempatkan singgah sejenak untuk ngopi hahaha... Benar-benar pendakian santai tanpa terburu waktu. Saat santai di warung kami melihat satu mobil jeep 4x4 off-road sedang turun sambil mengangkut belerang. Ya... jalan berbatu yang tertata rapi memang sudah dibuat demikian untuk memudahkan perjalanan mobil pengangkut belerang. Usai ngopi, kami melanjutkan perjalanan. Cuaca panas, jalan terus menanjak. Saat istirahat di jalan, kami bertemu 2 orang turis asing. Saling say hello, si turis kemudian melanjutkan perjalanannya. Akhirnya kurang lebih jam 16.30 WIB setelah melewati 2 makam, sampailah kami di Pos II, Kop-kopan. Di Pos II juga terdapat warung yang masih buka, terlihat 2 orang turis tadi sudah berada di sana. Di seberang warung terdapat sumber mata air yang bisa digunakan untuk mengisi persediaan air. Setelah mencari lokasi yang pas untuk mendirikan tenda, kami sholat bergantian, dilanjutkan mendirikan tenda dan bikin kopi.

Malam menjelang. Beberapa pendaki sampai di Pos II dan mulai mendirikan tenda. Kami berdua masih menikmati kopi dan rokok sambil memandang gemerlap lampu-lampu kota Tretes dan Trawas yang tampak seperti bintang terang jika dipandang dari Pos II. Sungguh indah. Beberapa saat kemudian gerimis datang. Kami segera beres-beres dan memutuskan masuk tenda untuk istirahat mempersiapkan fisik guna melanjutkan perjalanan esok hari.

09 Desember 2012 pagi hari menjelang, suasana masih dingin, cukup cerah. Suasana di luar sudah ramai oleh obrolan dan teriakan sekelompok pendaki lain. Tampak Gunung Penanggungan kokoh berdiri, tampak seperti miniatur Gunung Semeru. Dengan santai kami menikmati keindahan pagi hari, sambil bikin kopi dan sarapan. Sarapan sudah selesai, isi air persediaan sudah selesai, saatnya packing. Setelah berbasa-basi menyapa dan berbagi senyum kepada tenda tetangga, kami pun pamit untuk melanjutkan perjalanan. Jalanan masih tetap berbatu dan menanjak, nggak ada bonus sama sekali. Pernah saya baca di suatu blog, seorang pendaki asal jogja malah menyebutnya "Tanjakan Asu", karena tanjakannya memang benar-benar bikin kita mengumpat "Asuu..!!" Hahaha... Koplak. Lama berjalan, kami istirahat sejenak sambil menikmati sebatang coklat untuk menambah energi. Saat istirahat itulah lagi-lagi kami bertemu 2 turis yang kemarin. Tapi kali ini 2 orang turis tadi dalam perjalanan turun, rupanya kemarin sore setelah istirahat di Pos II mereka langsung melanjutkan perjalanan ke puncak. Perjalanan berlanjut, kondisi fisik saya mulai lemas, sebungkus mie instan dan bubur instan saat sarapan tadi pagi di Pos II rupanya telah lenyap dari perut saya. Lapar melanda, langkah semakin gontai sementara trek pendakian tetap saja menanjak. Finally dengan sisa tenaga yang ada sampai juga kami di Pos III, Pondokan, yeaaah. Pos III, Pondokan merupakan tempat pemukiman sementara milik para penambang belerang, disitu banyak berdiri gubug-gubug bambu sederhana yang digunakan oleh para penambang untuk tidur dan masak, sementara di bagian lembahnya terdapat sumber mata air. Setelah mencari tempat yang pas untuk mendirikan tenda, kami segera masak (mie instan lagi hahaha) untuk mengisi perut yang sudah keroncongan sedari tadi. Jam menunjukkan pukul 14.00 WIB, terjadi perdebatan diantara kami. Karena sudah kenyang saya menginginkan untuk summit attack saat itu juga, sementara Dayat ragu untuk menuju puncak, karena takut kemalaman di jalan. Lama berdiskusi akhirnya kami sepakat untuk mencoba summit attack. Agar beban yang dibawa tidak terlalu berat, kami meninggalkan tenda dan peralatan lain yang tidak dibutuhkan di pos pondokan, peralatan-peralatan yang tidak dibawa kami sembunyikan di semak-semak belukar sekiranya aman. Setelah itu kami pun berangkat menuju puncak Welirang. Lama berjalan, sampai di tengah hutan pinus, keraguan kembali muncul. Sepertinya pendakian sore itu juga harus dibatalkan, kondisi tidak memungkinkan, mendung mulai datang, kami khawatir sebentar lagi hujan turun. Kami pun kembali ke Pos III, benar dugaan kami beberapa saat kemudian setelah tenda berdiri, hujan turun cukup deras. Kegiatan sakral ngopi di malam hari terpaksa kami tiadakan, kami langsung masuk tenda hingga akhirnya terlelap tidur.
10 Desember 2012, sayup-sayup terdengar suara ayam hutan berkokok. Ternyata waktu sudah menunjukkan jam 07.00 WIB , walah dalah rupanya bangun kesiangan hahaha... Koplak. Rupanya persediaan logistik berat tinggal 3 bungkus mie instan dan 1 bungkus bubur instan. Sementara logistik ringan tinggal 1 bungkus roti, 2 batang coklat, dan 1 bungkus nutrijell. Yeah... nasib pendaki kere huahahaha. Akhirnya kami memasak air untuk merebus nutrijell dengan tambahan nutrisari sebagai bahan pemanisnya (Aneh kan?? Nggak usah kaget, kami memang kumpulan orang aneh). Setelah masak, nutrijell kami masukkan ke nesting dan dibiarkan dingin untuk selanjutkan kami bawa sebagai bekal di puncak nanti. Sementara untuk mengisi perut sebelum summit attack, kami makan 1 bungkus roti dibagi 2, segelas susu coklat untuk masing-masing (Memangnya kenyang?? Anggap saja kenyang haha). Oke, peralatan yang tidak perlu dibawa lagi-lagi kami sembunyikan di semak-semak dan berdoa agar aman sentosa. Perjalanan summit attack dimulai, trek menuju puncak masih tetap berbatu dan menanjak. Ada sekelompok penambang belerang yang sedang membetulkan tumpukan batu di jalan, kami saling menyapa dan tebar senyum. Beberapa jam kemudian sampailah kita di trek rata, suara angin menderu-deru, hamparan bunga edelweiss tampak mengering. Kami istirahat sejenak, kembali mengisi energi dengan 1 batang coklat dibagi 2 hehehe. Saat istirahat kami disapa oleh seorang penambang yang hendak turun. Penambang meminta rokok, saya beri rokok, kemudian ingin meminta air, tapi nggak jadi, karena air milik kami berasal dari air sumber alias air mentah, bukan air masak. Eh... busyet, nih penambang sombong banget yak, nggak mau minum air mentah hahaha. Kejadian tadi segera kami lupakan, dan kami melanjutkan perjalanan. Setelah melewati jalan setapak dengan tebing tinggi dan lembah yang cukup curam, tidak lama kemudian sampailah kami di hamparan tanah luas, persis di bawah puncak Gunung Welirang, alhamdulillah. Kami istirahat sejenak dan memulai membuka bungkusan keramat kami. Yaa... saatnya mencicipi jelly yang telah diramu dengan pemanis nutrisari. Kenyaang... kami kemudian melanjutkan perjalanan  dengan memilah-milah trek menanjak menuju puncak. Alhamdulillah sampai juga di puncak, karena cuaca cukup bersahabat, pemandangan di atas sungguh indah. Langit biru, lautan awan, dapur belerang tempat penambang bekerja, Gunung Arjuno tampak jelas memanjakan mata kami. Subhanallah...


Setelah mendokumentasikan beberapa pemandangan indah dan diri sendiri tentunya, kami pun turun untuk langsung kembali ke Pos III, Pondokan dan tidak jadi melanjutkan perjalanan menuju Gunung Arjuno, karena cuaca, waktu dan perbekalan logistik memang tidak memungkinkan. Seperti biasa, perjalanan turun tentunya lebih cepat dari pada perjalanan naik. Dengan waktu separuh dari perjalanan naik, sampailah kami di Pos III. Sampai di Pos Pondokan, kami segera packing peralatan. Gerimis turun lagi, kami segera membuat bivak dari ponco, kemudian kami lanjutkan memasak 2 bungkus mie instan yang tersisa sebagai tambahan energi untuk turun pulang. Masakan sudah selesai dan hampir tersaji, tiba-tiba datang bapak penambang. Ya seorang pria paruh baya yang saya temui dan saya kasih rokok saat perjalanan menuju puncak. Bapak penambang tadi kembali minta rokok, Dayat langsung kasih 1 bungkus rokok, eh bapak tadi masih mencari-cari yang lain, dengan bicara bahasa jawa nggak jelas, langsung maen embat minuman nutrisari kami. Wah... jujur saya sedikit jengkel. Seandainya si bapak masih tetap maen embat milik kami yang lain, apalagi makanan kami, saya siap perang dah. Mungkin karena badan saya sudah capek, sisa makanan yang dimasak juga merupakan persediaan terakhir, sikap bapak penambang yang kurang sopan itulah penyebab saya jengkel. Bahkan saya sempat berbisik kepada Dayat, seandainya beneran makanan terakhir kami diembat juga, saya bacok tuh bapak. Hahaha... konyol dan kekanak-kanakan ya saya... Koplak. Yah.... beberapa kondisi di atas itulah yang membuat saya bersikap seperti itu. Dengan pasang muka sedikit jengkel saya bilang ke bapak tadi, "Wes, gak onok meneh, pak... Sudah tidak ada lagi, pak". Akhirnya bapak penambang tadi pergi tanpa basa-basi atau mengucapkan terima kasih. Sambil menikmati makan, saya masih ngedumel soal sikap bapak tadi, heran... padahal bapak-bapak penambang yang lain sopan-sopan dan enak diajak ngobrol, cuma bapak penambang tadi yang bersikap kurang sopan. Baiklah kita lupakan masalah tadi, anggap saja sebagai sedekah dan penguji kesabaran.
Makan selesai, packing lanjutan selesai, kami mulai perjalanan pulang. Tidak berapa lama kemudian hujan turun dengan deras. Kabut dan bunyi petir dar der dor di atas kepala. Serem eh, jas hujan kami kenakan sambil komat-kamit bedo'a mohon perlindungan dari Yang Maha Kuasa. Sampai di Pos II, hujan mulai reda, kami istirahat sejenak di sebuah warung yang tutup. Setelah istirahat dirasa cukup, kami lanjutkan perjalanan. Hari mulai gelap, dengan cahaya senter kami masih menyusuri jalan setapak. Hujan kembali turun dengan derasnya, kami masih saja berjalan. Pos I, Pet Bocor sudah kami lewati. Akhirnya kurang lebih jam 18.30 WIB, kami pun sampai di Pos Perijinan. Alhamdulillah. Setelah membuang sampah di tempat yang sudah disediakan, kami lapor dan ambil KTP. Selanjutnya telpon Seno untuk minta jemput.

Sampai di rumah Seno, kami keluarkan barang-barang basah dari dalam carrier untuk menjemur dan mengangin-anginkannya. Cerita cerita soal pendakian, hingga akhirnya tertidur karena kecapekan. 11 Desember 2012, kami kembali mengepack barang-barang bawaan kami untuk bersiap pulang ke Jember. Ba'da Dzuhur, selepas sarapan, kami pamit kepada Seno sekeluarga untuk pulang. Thanks God...!! Thanks Welirang...!! Thanks Seno dan keluarga...!!


Gunung Welirang


share on facebook

Monday 4 February 2013

Pantai Bandealit


06-07 Oktober 2012, bersama Saboy, Dayat, Arif, dan Hari, saya berangkat refreshing mengunjungi Pantai Bandealit yang terletak di sisi Selatan Kabupaten Jember, tepatnya di Kecamatan Tempurejo. Pantai Bandealit berada dalam kawasan Taman Nasional Meru Betiri, masih satu gugusan dengan Teluk Hijau dan Pantai Sukamade (tempat konservasi penyu) yang berada di Kabupaten Banyuwangi. Pantai Bandealit menyuguhkan pemandangan alam yang masih alami dengan deburan ombak khas pantai Selatan, selain itu di Pantai Bandealit juga terdapat Goa Jepang yang merupakan pos pengamatan milik tentara Jepang saat jaman penjajahan dulu. Karena berada dalam kawasan Taman Nasional, maka selain dijadikan tempat wisata alam, Pantai Bandealit juga dijadikan tempat konservasi tumbuhan dan hewan yang dilindungi, antara lain ada Bunga Rafflesia, Banteng, Rusa, Elang, dan lain sebagainya.

Selain refreshing, tujuan kami berlima ke Pantai Bandealit adalah untuk memancing ikan. Peralatan berupa 3 alat pancing sudah kami siapkan, pun peralatan kemping, karena kami akan menginap di pantai. Kurang lebih jam 10.00 WIB, kami berlima dengan 3 motor berangkat menuju Pantai Bandealit. Sampai di pasar Ambulu - Jember, kami berhenti sejenak untuk membeli udang yang nantinya akan digunakan sebagai umpan saat memancing. Perjalanan berlanjut, hingga sampai desa terakhir sebelum masuk kawasan Taman Nasional Meru Betiri kami berhenti di sebuah toko untuk berbelanja kebutuhan logistik seperti, mie instan, air mineral, kopi sachet, dan rokok tentunya.
Memasuki kawasan Taman Nasional Betiri perjalanan pun menjadi berat, karena kondisi jalan makadam yang parah. Setelah terpontang panting sekian lama di perjalanan, akhirnya kurang lebih jam 13.00 WIB sampailah kami pos pemukiman penduduk, disitu kami ijin ke bapak penjaga pos untuk masuk ke Pantai Bandealit. Sebelum menuju ke pantai, kami berlima menyempatkan untuk mampir ke rumah pamannya si Saboy yang kebetulan tinggal di pemukiman penduduk dekat dengan Pantai Bandealit. Di situ kami mendapat jamuan makan siang (bagi saya tepatnya sarapan, karena dari pagi belum makan haha.. Alhamdulillah). Setelah mengobrol panjang kali lebar, akhirnya Pak Nasir, paman si Saboy berinisiatif untuk menemani kami berlima selama di Pantai Bandealit, asyik dapat guide gratisan nih. Setelah berkemas, kami pun melanjutkan perjalanan menuju sisi Timur pantai. Setelah memarkir motor di semak-semak, kami lanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Melewati beberapa wisma penginapan, tembus ke hamparan pasir luas dengan pemandangan pantai yang dihiasi ombak ganas khas pantai Selatan. Suasana pantai tampak sepi, hanya ada beberapa orang pemancing dan 2 orang bule yang sedang bermain pasir. Mungkin karena kondisi akses jalan yang kurang bagus menyebabkan Pantai Bandealit bukan menjadi tempat wisata alam yang banyak didatangi wisatawan. Atau mungkin juga akses jalan yang kurang bagus memang sengaja dibiarkan begitu saja, agar sedikit wisatawan yang datang?? Karena dengan sedikitnya jumlah pengunjung, maka keasrian dan kebersihan pantai akan lebih terjaga... Entahlah.
Masih bersama Pak Nasir, kami terus berjalan menyusuri pasir bibir pantai menuju kumpulan batu karang di sisi Timur untuk memancing. Setelah sampai, kami pun segera mengeluarkan peralatan memancing. Alat pancing yang berjumlah 3 masing-masing digunakan oleh Pak Nasir, Saboy, dan Dayat, sementara Arif dan Hari menjadi penonton. Saya sendiri sibuk mendokumentasikan pemandangan yang ada, dan akhirnya berinisiatif bikin kopi agar kegiatan memancing jadi lebih enjoy. Berbekal nesting dan parafin yang sudah di bawa, enam gelas kopi pun sudah terhidang.

Sampai hari menjelang sore, tak satu ekor ikan pun yang terpancing. Akhirnya kami memutuskan untuk menyudahi kegiatan memancing dan bersiap pindah tempat ke sebelah Barat untuk mendirikan tenda. Setelah menemukan tempat yang dirasa pas, motor kami parkir dan tenda pun didirikan. Sementara Pak Nasir pulang dan berjanji nantinya akan kembali lagi untuk menemani kami. Petang menjelang, angin bertiup cukup kencang, sampai tenda yang sudah berdiri sempat roboh beberapa kali hahaha...
Setelah bernarsis-narsis ria bersama panorama sunset pantai, kami memutuskan untuk memasak mi instan plus bikin kopi. Karena persediaan air tinggal sedikit, kami pun nekat memasak menggunakan air payau (edaaan haha). Di saat mulai merebus air payau, datanglah Pak Nasir membawa jala ikan, nasi putih, dan tambahan persediaan air. Sambil menunggu air masak, Pak Nasir mengajak untuk menjala ikan. Saboy, Dayat, dan Arif mengiyakan ajakan Pak Nasir, sementara saya kebagian sebagai koki malam itu, standby di tenda menyiapkan makan malam, lha Hari?? Rupanya Hari giginya sedang ngilu, jadinya nggak tertarik untuk ikut menjala dan memutuskan untuk tetap di tenda. Saya tawarkan balsem untuk mengurut rasa ngilu dan sebutir obat pereda nyeri kepada Hari. Beberapa saat kemudian Hari memutuskan untuk tidur di dalam tenda. Ngik... tinggalah saya sendiri sibuk menyiapkan makan malam dengan menu mie goreng hasil rebusan air payau plus kopi (tetap dengan rebusan air payau). Mie goreng plus kopi payau sudah siap, rombongan penjala ikan pun sudah datang dengan membawa beberapa ikan. Olret, makan malam dimulai. Makan bersama terasa nikmat, walau setiap menelan tenggorokan terasa kering karena rasanya asin sekaleee hahaha... Pak Nasir sempat bilang, lha ngapain pakai air payau, lha wong beberapa ratus meter di belakang kami ada sumur air tawar. Nah...!! kenapa baru bilang sekarang?? Hahaha... Kami semua tertawa.
Setelah makan malam selesai, kami ngobrol santai sambil menikmati hembusan angin laut, kopi payau, dan rokok. Pak Nasir memutuskan untuk melanjutkan menjala ikan. Kami yang muda-muda sudah capek dan ingin santai di tenda. Bakar-bakar ikan, ngobrol-ngobrol dan ndagel mirip orang gila, hingga akhirnya malam semakin larut dan kami tidur.

Pagi menjelang, pemandangan pantai semakin cantik berhias langit biru. Dayat, Saboy, dan Pak Nasir lanjut memancing, sementara saya, Arif, dan Hari duduk di pinggir pantai menikmati keindahan yang ada berteman kopi dan rokok. Beberapa saat kemudian, kami bergantian menjelajahi Pantai Bandealit sampai ke Goa Jepang. Sampai akhirnya, kurang lebih jam 10.00 WIB kami beres-beres peralatan dan sampah untuk persiapan pulang. Sebelum perjalanan pulang, kami mampir terlebih dahulu di rumah Pak Nasir untuk sekedar mandi dan sarapan. Badan sudah bersih, perut sudah kenyang, dengan mengucapkan ribuan terima kasih kepada Pak Nasir, kami pun pamit pulang. Sayonara....!! Terima kasih Pak Nasir, terima kasih Pantai Bandealit atas suguhan 'keperawanan' alamnya.

*) Koplak, draft dari Oktober 2012, baru terposting  Pebruari 2013


Eksotisme Pantai Bandealit


share on facebook