"Berkhayal lah seluas biru langit, berpikir lah sedalam biru laut, horizontal sama rata sama rasa. Buka jendelamu lalu pandanglah, buka pintumu ayo keluarlah, bebas lepas lepaskan kebebasan. Jangan takut keluarlah, hadapi dunia dengan menari" [Slank Dance].

Thursday, 18 April 2013

Ke Gunung Lawu


Ini perjalanan bulan Januari, baru bisa diposting bulan April... Aaiih koplak deh. Baiklah, langsung saja kita simak perjalanan menuju Gunung Lawu berikut ini.

Tanggal 04 Januari 2013
Kondisi saya sebenarnya sedang flu ringan, apalagi sejak akhir Desember sampai awal Januari bolak-balik Jember - Jogja sebanyak 2 kali, bikin badan sedikit drop sih. Tapi yah, masih bisa diatasi lah, keinginan buat mendaki lebih besar dari pada flu ringan yang saya rasakan hahaha. Langsung saja, sore hari saya jemput Dayat di rumahnya menggunakan motor. Sampai di rumah Dayat, ngopi sebentar terus langsung cabut menuju Terminal Tawangalun Jember. Sesampainya di terminal, motor saya titipkan di tempat parkir untuk lima hari ke depan, karena untuk perjalanan menuju Solo kami akan menggunakan bus ekonomi.
Maghrib menjelang, setelah sholat di musholla terminal, kami lanjut duduk-duduk di tempat menunggu bus yang tersedia. Sebenarnya selepas Maghrib bus jurusan Banyuwangi - Yogya sudah mulai beroperasi, tapi kami memutuskan untuk memilih bus yang berangkat agak malam, dengan harapan sesampainya di Terminal Tirtonadi Solo, hari sudah terang.
Kurang lebih jam 20.30 WIB, kami pun berangkat menuju Solo dengan menggunakan bus Mila ekonomi AC. Awalnya perjalanan berjalan lancar, hingga akhirnya sampai di daerah Mojosari, Mojokerto, bus berhenti dikarenakan kaca depan bus retak akibat ulah orang tidak bertanggung jawab yang melempari kaca dengan batu (aaiih... orang gila kurang kerjaan). Setengah jam kemudian, setelah sang kernet berhasil melakban kaca dan memastikan kaca bus nggak akan pecah akibat goncangan, perjalanan kembali dilanjutkan.

Tanggal 05 Januari 2013
Ngeeengg... kurang lebih jam 05.30 WIB sampailah kami di Terminal Tirtonadi Solo. Begitu turun kami berdua langsung bayar peron dan masuk ke tempat pemberangkatan bus antar kota untuk meneruskan perjalanan menuju Tawangmangu, Karanganyar. Seperti sudah paham dengan melihat keril yang kami gendong, sang kernet bus jurusan Tawangmangu pun langsung mengajak kami menuju busnya. "Ayo Mas, Tawangmangu, Gunung Lawu langsung naik". Beberapa saat setelah naik, bus Rukun Sayur jurusan Solo - Tawangmangu berangkat. Cuaca pagi itu cukup cerah, penumpang bus Rukun Sayur banyak didominasi oleh anak-anak yang akan berangkat sekolah, dan juga mbok-mbok yang akan menuju pasar.
Sekitar 1,5 jam setelah melewati jalan berkelok naik turun khas pegunungan, sampailah kami di Terminal Tawangmangu. Gerimis kecil menyambut kedatangan kami di terminal ini. Banyak kernet-kernet angkutan desa yang langsung menawari kami untuk naik angkutannya dan siap mengantar ke Cemoro Kandang atau Cemoro Sewu, tempat pos pendakian Gunung Lawu berada. Tapi kami hanya senyum sambil menolak halus. "Arep golek sarapan sek, Mas (Mau cari sarapan dulu, Mas)".
Kami pun masuk ke sebuah warung di terminal, memesan 2 porsi nasi rawon dan 2 teh hangat. Sambil menunggu pesanan tersedia, kami pun ngobrol dengan ibu pemilik warung tersebut. Yak, pesanan sudah hadir, kami pun makan cukup lahap, Alhamdulillah. Setelah membayar, kami pamit kepada ibu pemilik warung untuk melanjutkan perjalanan menuju pos pendakian Gunung Lawu. "Ngatos-atos nggih, Mas, matur nuwun (Hati-hati ya, Mas, terima kasih)", begitu kalimat terakhir dari ibu pemilik warung.
Kami keluar dari terminal dan berencana menunggu angkutan desa di luar terminal, karena kami pikir kalau naik dari dalam terminal pasti bakal nunggu lama banget. Di luar terminal kami mampir sejenak di sebuah toko untuk membeli keperluan logistik. Setelah komplit, kami pun naik angkutan desa, dibantu oleh sopir angkutan, tas kami di letakkan di atas mobil. Kami pun masuk dan duduk manis (ceileee) di dalam angkutan yang nyatanya tetap saja kami harus menunggu lama sampai mobil angkutan penuh diisi penumpang. Entah berapa lama kami menunggu, akhirnya mobil angkutan desa berjenis colt yang kami tumpangi pun berangkat. Jalan berkelok naik turun kami lalui, dan akhirnya sampailah kami di pos pendakian Cemoro Sewu.
Sekedar informasi saja, pos pendakian Gunung Lawu dibagi 2, yaitu pos pendakian Cemoro Kandang, terletak di wilayah Karanganyar, Jawa Tengah. Kemudian beberapa ratus meter ke arah timur dari pos pendakian Cemoro Kandang, terdapat pos pendakian Cemoro Sewu yang masuk wilayah Magetan, Jawa Timur. Lha kami berdua kan dari Jember, Jawa Timur?? Kalau tujuannya turun di pos pendakian Cemoro Sewu kenapa nggak lewat Madiun, terus ke Magetan, terus ke Cemoro Sewu?? Nganu... kami nggak begitu paham rute via Madiun, dari pada ntar nyasar, ya sudah kami putuskan via Solo dan Tawangmangu hehehe... Lalu kenapa nggak mendaki melalui pos Cemoro Kandang?? Nganu... konon katanya lewat pos Cemoro Sewu rute pendakian lebih jelas dan akan lebih cepat sampai puncak, walau jalannya nyatanya lebih nge-track dari pada via Cemoro Kandang.
Baiklah, sampailah kami di pos pendakian Cemoro Sewu, setelah berbasa-basi bersama mas-mas dan mbak-mbak yang ada di basecamp pendakian, kami pun istirahat sejenak di dalam basecamp. Nggak lama kemudian Dayat ngajak ngopi di warung sekitar basecamp. Skip, acara ngopi selesai. Kami lanjutkan mengurus dan membayar ijin masuk pendakian di loket yang sudah disediakan. Dengan mengucap Bismillahirrohmanirrohim, kurang lebih jam 12.00 WIB perjalanan menuju Gunung Lawu dimulai. Cuaca cerah menemani kami menyusuri jalan setapak menanjak dengan batu-batu yang tertata cukup rapi.
Setelah menapaki jalan berbatu menanjak, beberapa lama kemudian sampailah kami di Pos I. Di Pos I ini terdapat shelter di sebelah kiri jalan yang bisa digunakan untuk berteduh, sementara di seberang jalannya terdapat sebuah warung yang kebetulan sedang buka. Kami memesan beberapa gorengan tempe dan tahu lalu menyantapnya di shelter. Informasi tambahan, bahwasannya Gunung Lawu ini merupakan gunung yang pada saat tanggal 1 Suro ramai dikunjungi oleh peziarah. Lho kok?? Ada apa gerangan?? Di bagian atas Gunung Lawu ini nantinya akan banyak ditemukan makam-makam yang konon katanya merupakan makam dari keluarga Praja Mangkunegaran Solo. Kemistisan dan misteri Gunung Lawu memang sudah terkenal, selain banyak makam, di gunung ini juga seringkali digunakan sebagai tempat meditasi dan olah bathin bagi orang-orang yang interest terhadap dunia supranatural, karena dipercaya di gunung inilah tempat pamoksaan Prabu Brawijaya V. Jadi jangan kaget kalau jalan setapak menuju puncak Gunung Lawu relatif tertata dengan bagus, banyak shelter, dan juga warung-warung yang buka. Seperti yang saya ungkapkan tadi, hal ini dikarenakan begitu banyak masyarakat yang nyadran alias berziarah ke makam-makam yang dianggap keramat yang ada di Gunung Lawu. Hubungannya?? Ya tentu saja rute pendakian yang jelas dan tertata rapi, serta banyaknya warung-warung akan membuat perjalanan peziarah semakin nyaman. Iya tho?? Iya dong.
Pos I kita tinggalkan, perjalanan menanjak kembali kita lalui. Capek, kami pun beristirahat sejenak di sebuah pondok yang terbuat dari kayu (biasanya disebut pos bayangan). Kami berdua duduk di kursi kayu yang letaknya berseberangan. Nggak lama kemudian kayu yang saya duduki begoyang-goyang seperti terkena gempa kecil, eh... saya coba menoleh ke belakang, aaiih nggak ada orang, saya lihat Dayat juga anteng-anteng saja. Saya berbicara lirih, "Kulo nuwun, ngapunten nggih (Permisi, mohon maaf ya)", kemudian saya berdiri dan mengeluarkan kamera DSLR beserta lensanya. Di saat saya sibuk memasang lensa ke badan kamera, tiba-tiba Dayat nyeletuk, "S, umak nggoyang-nggoyangno kursi ta?" (Bro, kamu menggoyang-goyangkan kursi ya?)", segera saya jawab "Nggak kok", kemudian Dayat kembali menimpali "Oh, yowes (Oh, ya sudah)". Sengaja saya tidak bercerita soal kejadian yang tadi saya alami, yang sama persis dialami Dayat barusan. Saya hidupkan kamera dan mencoba mencari pemandangan bagus untuk memotretnya. Jepret...!! Muncul tulisan di layar kamera "No, CF", yang artinya kurang lebih tidak ditemukan media memori di dalam kamera. Saya coba jepret lagi, muncul tulisan yang sama. Saya coba buka tempat memori di kamera. Jreengg...!! memorinya nggak ada. Seketika saya berucap, "Wuaseeem, cuk...!! (Kata-kata kotor tidak perlu diartikan haha)". Dayat bertanya, "Opo'o, S? (Kenapa, Bro?)". "Kamerane gak onok memorine, S, jamput...!! Cuk, abot-abot nggowo kamera, tibake gak iso dinggo (Kameranya tidak ada memorinya, Bro. Sudah berat-berat bawa kamera, ternyata tidak bisa dipakai)", jawab saya dengan nada sedikit kesal. Dayat hanya tertawa mendengar penjelasan saya hahaha. Memang beberapa hari yang lalu, kamera DSLR saya dipinjam oleh teman saya untuk dokumentasi di kantornya, nah teman saya juga bercerita kalau proses pemindahan file foto dari memori ke komputer menggunakan media card reader. Saat saya ambil kamera dari teman saya, sampai di rumah saya tidak memeriksa apakah memorinya terpasang kembali di tempatnya atau tidak, saya hanya mengecharge baterai saja, saya pikir memori kalau memang sudah dilepas untuk transfer data ya bakal dimasukkan ke tempat semula di kamera. Doh...!! Itulah kebodohan saya, tidak memeriksa ulang...!!
Yaa... sudahlah, apa mau dikata, keadaannya memang sudah begini hahaha. Dayat berusaha ngadem-ngademkan suasana hati saya, "Tenang, masih ada Nokia 5800 untuk dokumentasi", kata Dayat sambil mengeluarkan hp miliknya, hahaha. Perjalanan kembali kami lanjutkan. Kami masih melalui jalan setapak berbatu menanjak, hingga sampailah di Pos II, sebuah shelter yang berada di kiri jalan. Saat itu waktu menunjukkan kurang lebih jam 15.00 WIB, badan capek selama menempuh perjalanan Jember- Solo mulai terasa, rasa kantuk pun datang, akhirnya kami memutuskan tidur sejenak, ndlosor di belakang shelter, aroma dupa yang tertiup angin sedikit mengusik hidung saya. Sayup-sayup terdengar suara pendaki lain, sedikit ramai, entah ada berapa orang. Jam 16.00 WIB perjalanan kembali kami lanjutkan, jalan semakin menanjak, sesekali melewati pohon-pohon yang tumbang akibat terpaan angin kencang. Sempat pula berpapasan dengan rombongan pendaki muda-mudi yang akan turun, salah satunya pendaki cewek tampak digendong oleh temannya, katanya kakinya terkilir dan nggak bisa jalan. Kasihan.
Sekitar jam 17.00 WIB, sampailah kami di Pos III, suasana mulai gelap karena kabut. Shelter Pos III yang berada di kanan jalan dengan atap yang sudah tidak utuh lagi tampak ramai oleh pendaki-pendaki lain yang sedang istirahat. Kami pun menyapa dan bersalaman, karena kami juga ingin istirahat sejenak di pos ini. "Ini, mas-mas yang tadi tidur di Pos II, ya?", tanya salah satu dari mereka. "Iya, Mas, udah nggak tahan capek dan ngantuk hehe", jawab kami. Dua orang pendaki berasal dari Solo, dan sepertinya sudah sangat terbiasa mendaki, utamanya mendaki Gunung Lawu. Sementara beberapa orang lagi pendaki dari Surabaya.
Melihat keril yang kami bawa, pendaki dari Solo pun nyeletuk, "Walah mas, ngapain bawa tas dan perlengkapan berat-berat, nanti di puncak juga ada warung yang buka, mau tidur di warung juga bisa. Jadi nggak perlu bawa perlengkapan komplit kalau ke Gunung Lawu". Kami hanya cengar-cengir, sambil jawab "Ya... buat jaga-jaga aja mas hehehe". Obrolan kami lanjutkan dengan suasana riang gembira (ceileee), mulai dari obrolan soal pendakian, soal Pak Jokowi di mata warga Solo yang nyatanya memang jadi sosok idola bagi masyarakat, sampai hawa dingin yang kami rasakan. Gunung Lawu memang terkenal sebagai gunung paling dingin di kawasan Jawa Timur - Jawa Tengah, entah karena memang lokasinya atau hawa mistis yang menambah dinginnya gunung, saya sendiri juga tidak begitu paham. Yang saya pahami malam itu suhu udara benar-benar dingin. Sudah pakai jaket, merokok, sambil ngobrol, beberapa dari kami sesekali tampak badannya menggigil otomatis karena menahan dingin hehehe.
Tidak beberapa lama kemudian, rombongan pendaki dari Solo dan Surabaya tadi pamit ingin melanjutkan perjalanan. Sementara kami berdua masih memilih untuk beristirahat, dan berencana akan melanjutkan perjalanan nanti. Sambil melanjutkan istirahat, iseng-iseng saya berinisiatif bikin kopi jahe untuk menghangatkan badan. Peralatan memasak saya keluarkan untuk merebus air. Saat merebus air, datanglah rombongan 3 orang pendaki lagi, beristirahat di Pos III, kami pun saling berkenalan. Ternyata 3 orang pendaki ini adalah mahasiswa dari Universitas Sebelas Maret Solo, 1 orang diantaranya adalah mahasiswa rantau yang berasal dari Indonesia bagian Timur (lupa tepatnya dari mana hehehe). Dua gelas kopi jahe sudah jadi, 1 gelas saya berikan ke pendaki-pendaki tadi, dan 1 gelas lagi untuk saya dan Dayat. Setelah saya amati, ternyata perlengkapan mendaki yang mereka bawa nggak jauh beda dengan rombongan pendaki sebelumnya, hanya membawa day pack dengan peralatan ala kadarnya, berbeda dengan kami yang terkesan membawa peralatan komplit hahaha. Ngobrol ngalor-ngidul, hingga waktu menunjukkan sekitar jam 20.00 WIB disaat kami berencana ingin melanjutkan perjalanan, tiba-tiba hujan turun, semakin lama semakin deras. Kami semua menggigil kedinginan bbrrr... Dayat memutuskan untuk buka tenda di luar shelter (karena di shelter lantainya masih ada sisa-sisa semen, jadi nggak bisa ditancepi pasak), sementara 3 orang pendaki memilih bertahan di shelter. Akhirnya 1 buah ponco saya pinjamkan ke 3 pendaki tadi, itung-itung buat melindungi tubuh biar nggak terkena tetesan air hujan yang deras, sementara saya dan Dayat mendirikan tenda yang hanya cukup diisi 2 orang di luar shelter, di bawah guyuran hujan deras. Karena mendirikan tenda di bawah guyuran hujan deras, ya otomatis badan kami juga kehujanan, eh tenda juga udah basah nggak karu-karuan, malah beberapa genangan kecil air membasahi dalam tenda. Aaiih, biarlah dinikmati saja yang ada. Berbalut sleeping bag yang juga sedikit basah, kami mencoba tidur sambil berharap hujan segera berhenti, cuaca besok pagi cerah, sehingga kami bisa melanjutkan perjalanan dengan nyaman.

Tanggal 06 Januari 2013
Pagi menjelang, cuaca sudah nggak hujan, tapi masih berkabut, dan hawa juga masih dingin. Saya keluar tenda, menemui 3 pendaki lainnya yang ada di shelter. Mereka cerita-cerita soal hujan deras semalam, takut-takut kalau salah satu dari mereka terkena hipotermia. Alhamdulillah, ternyata semuanya masih sehat wal 'afiat. Dengan mengucapkan terima kasih dan mengembalikan ponco yang saya pinjamkan semalam, mereka pun pamit untuk melanjutkan perjalanan.
Masih berselimut kabut dingin, saya dan Dayat mengamati pemandangan indah di sekitar sambil beres-beres. Kemudian kami sarapan roti, dan bersiap melanjutkan perjalanan. Kurang lebih jam 09.00 WIB perjalanan menyusuri track menanjak kami lanjutkan. Jalan semakin menanjak, sempat berpapasan dengan pendaki-pendaki lain yang turun, dan rombongan yang kalau melihat pakaiannya sepertinya rombongan dari perkumpulan ilmu bela diri. Ngos-ngosan istirahat, lalu menanjak lagi. Hingga sampailah kami di  Pos IV, tidak ada shelter di sini, hanya sebuah lahan kosong biasa. Kami lanjutkan perjalanan, track sudah mulai landai, nggak beberapa lama kemudian sampai di Pos V, lagi-lagi hanya sebuah lahan kosong, ada beberapa percabangan jalan di sini, tapi jangan kuatir, karena tanda penunjuk jalan untuk rute ke puncak terlihat jelas kok.
Perjalanan kami lanjutkan hingga sampailah di Sendang Drajat, terdapat sumber air di sini, selain itu juga terdapat makam yang berhias kain kafan di nisannya dan beberapa dupa di sekitar makam, di sini juga terdapat beberapa warung yang saat itu sedang tutup. Di sini pula kami berpapasan dengan 2 pendaki asal Solo kemarin yang hendak turun. Saling tegur sapa sebentar, dan masing-masing dari kami pun melanjutkan perjalanannya. Kami terus menyusuri jalan setapak landai dengan lembah di sisi kanan kami. Jam 11.00 WIB sampailah kami di Hargo Dalem. Kami langsung mengunjungi warungnya Mbok Yem. Karena tutup, kami ketok-ketok pintunya, terdengar suara laki-laki menyuruh kami masuk. "Nuwun sewu, Mas. Badhe leyeh-leyeh sekedap nggih (Permisi, Mas, mau numpang istirahat sejenak ya)", kata kami mohon ijin masuk. Sambil menata dan mengeluarkan barang-barang yang sedikit basah untuk diangin-anginkan, kami pun ngobrol santai dengan Mas..... ( doh... lupa namanya), anaknya Mbok Yem. Kemudian kami pesan 2 porsi nasi pecel plus 2 teh hangat untuk mengatasi rasa lapar yang sejak tadi mengganggu hehehe, nyam-nyam selesai. Nyantai, sambil bakar rokok, saya dan Dayat ngobrol soal rencana ke puncak. Akhirnya di putuskan untuk ke puncak hari ini, setelah itu turun, tidur di warungnya Mbok Yem, besok pagi baru pulang.
Sebelum berangkat summit attack, saya pamitan ke Mbok Yem, "Mbok, niki kula mbayar sekul wau, sakniki kula badhe muncak. Menawi angsal rencana mangkih badhe nyipeng mriki (Mbok, ini saya bayar nasi yang tadi. Sekarang saya mau berangkat muncak. Jika diijinkan rencana nanti mau tidur di sini)". Mbok Yem pun menjawab, "Yo, Le, ora opo-opo nginep neng kene. Ati-ati yo, Le (Iya, Nak, tidak apa-apa nginep di sini. Hati-hati ya, Nak)". Olret...!! Sambil membawa bendera merah-putih, Nokia 5800 sebagai alat dokumentasi, dan sebotol air kami berdua pun berangkat menuju Hargo Dumilah, puncak Gunung Lawu. Ditemani cuaca berkabut kami menelusuri jalan setapak menanjak untuk mencapai puncak Gunung Lawu, kurang lebih 15 menit kemudian sampailah kami di puncak Gunung Lawu yang ditandai dengan adanya sebuah tugu bertuliskan Puncak Lawu (Hargo Dumilah) 3.265 Dpl.
Cuaca yang mendung berkabut beserta hembusan angin yang cukup kencang menyebabkan pemandangan indah dari puncak Lawu tidak tampak sekali, yang tampak sepanjang mata memandang hanyalah kabut, kabut, dan kabut. Tapi hal itu tidak menyurutkan kebahagiaan kami (ceileee).
Setelah puas mendokumentasikan diri, kami pun turun kembali menuju warungnya Mbok Yem. Sesampainya di sana, tidak lama kemudian hujan kembali turun dengan derasnya, angin bertiup cukup kencang. Badai, begitulah sepertinya. Petang menjelang, anaknya Mbok Yem mulai menyalakan generator untuk menghidupkan listrik, beberapa lampu menyala, tv juga menyala menyiarkan berita kecelakaan Pak Dahlan Iskan di daerah Sarangan (dekat dengan pos pendakian kami). Kami berdua pun memesan makan malam, kemudian lanjut ngopi dan ngobrol-ngobrol bersama Mas... (anaknya Mbok Yem) sambil menghangatkan badan di perapian tempat memasak. Mulai soal cuaca ekstrim dan badai yang akhir-akhir ini sering terjadi di gunung, soal letak daerah kami berasal dan peta Jawa Timur, sampai hal mistis, menjadi bahan obrolan kami malam itu. Hingga akhirnya obrolan pun kami akhiri karena kami sudah mengantuk. Sebutir obat flu saya minum, untuk meredakan flu ringan yang saya alami. Dan zzzZz, kami pun tidur berbalut sleeping bag.

Tanggal 07 Januari 2013
Bangun pagi, kami bedua mencoba melihat keadaan di luar.  Wah ternyata masih gerimis, masih kabut, angin masih cukup kencang, intinya cuaca masih badai haha. Kembali kami memesan nasi di Mbok Yem untuk sarapan. Setelah sarapan dan ngopi kami packing (isi tas masih penuh, logistik berat sepeti mie goreng dan sarden masih utuh tidak dimasak sama sekali hahaha). Usai packing kami pun bersiap pamit kepada Mbok Yem dan anaknya. "Mbok, kula pamit wangsul, matur sembah nuwun nggih, Mbok (Mbok, saya pamit pulang, terima kasih banyak, Mbok)", ucap saya. Mbok Yem menjawab, "Yo, Le. Ati-ati yo, nek ono wektu dolan mrene meneh, sambangi Mboke (Iya, Nak. Hati-hati ya, kalau ada waktu main ke sini lagi, kunjungi Simbok)". "Nggih, Mbok (Iya, Mbok)", jawab kami. Sementara Mas... (anaknya Mbok Yem) berpesan agar kami berhati-hati, "Cuacanya sedang tidak bagus, hati-hati, Mas. Saat melewat jalan setapak yang di bawahnya ada lembah sampeyan nggak usah tolah-toleh ke belakang, walau ada suara yang manggil dari belakang terus lurus saja, nggak usah menoleh. Turunnya ambil jalur Cemoro Sewu saja, nggak usah lewat Cemoro Kandang". "Iya, Mas. Terima kasih", jawab kami. 
Berhubung cuaca masih sedikit gerimis, jas hujan pun saya kenakan. Jam 09.00 WIB, perjalanan turun untuk pulang dimulai. Kami melewati rute sama seperti saat perjalanan awal. Sesampainya di jalan setapak dengan lembah di sebelah kiri kami, angin bertiup dengan kencangnya. Weh... badai serem. Mirip tentara perang kami berlari menunduk, kemudian bersembunyi di balik pohon cantigi untuk berlindung, sesekali berlindung di balik batu. Begitu seterusnya, hingga mencapai tempat yang aman dari badai. Semakin posisi turun, terpaan angin semakin berkurang, tapi kabut masih tetap sama. Laaamaa berjalan, gerimis sudah tidak terasa, angin sudah tidak berhembus kencang, tapi kabut masih tetap sama. Skip skip skip, Alhamdulillah kurang lebih jam 13.00 WIB sampailah kami di basecamp pendakian Cemoro Sewu, start awal pemberangkatan kemarin. Saya ketok-ketok pintu basecamp. "Mas... mas, kami sudah turun, komplit hehehe". Mas-mas penjaga basecamp keluar dari kamarnya, "Masuk saja mas, terus pintunya ditutup saja. Adem kalau badai gini, Mas". Sampai bawah pemandangan memang berkabut tebal. Jalam raya di seberang basecamp pun tertutup kabut. Kami memutuskan istirahat sejenak di dalam basecamp. Telepon ibu di rumah, melaporkan keadaan anaknya yang masih sehat wal 'afiat hehehe. Nggak lama kemudian datanglah bapak-bapak paruh baya yang juga baru turun dari Gunung Lawu, entah memang hobi mendaki, atau habis ngalap berkah di gunung, entahlah saya nggak tanya lebih lanjut. 
Ngobrol-ngobrol sebentar, ternyata tujuannya sama ingin ke terminal Tirtonadi Solo. Kemudian bapak tadi mengajak ke seberang jalan raya untuk menunggu angkutan desa menuju terminal Tawangmangu.. Angkutan yang ditunggu nggak lama kemudian muncul. Ngeeeng... sampailah kami di terminal Tawangmangu. Sampai di sana kami teruskan naik bus untuk mengantar ke Solo. "Waduh, baru turun, Mas. Ditutuk'ke liburane. Gimana di gunung?", pertanyaan dari ibu pemilik warung yang kemarin lusa kami tempati makan saat baru tiba di terminal Tawangmangu. "Nggih, Bu. Di gunung hujan terus hehehe", jawab kami. Tidak lama kemudian kami pamit untuk melanjutkan perjalanan menuju terminal Tirtonadi Solo.
Sampai di terminal Tirtonadi Solo kurang lebih jam 16.00 WIB, kami terus mencari kamar mandi umum di dalam terminal untuk mandi. Sudah beberapa hari nggak mandi, kalau dipaksakan nggak mandi dan langsung naik bus ke Jember, bisa-bisa kami diusir dan diprotes oleh penumpang yang lain karena polusi udara yang kami sebabkan hahahaha. Membersihkan diri sudah selesai, sudah sedikit wangi haha, kami lanjutkan mengisi perut dan ngopi di warung terminal sambil nunggu bus menuju Jember. Selepas Maghrib kami pun lanjut naik bus Akas ekonomi AC menuju Jember. Sepanjang perjalanan hanya tiduran saja, karena badan sudah lelah, kaki juga terasa sedikit pegal.

Tanggal 08 Januari 2013
Kisaran jam 04.30 WIB pagi diiringi gerimis, sampailah kami di terminal Tawangalun Jember. Melihat ada warung kopi pinggir jalan yang masih buka, bergegas kami menuju kesana. Ngopi pagi sambil mendengarkan curhatan ibu penjual kopi hehehe. Selepas ngopi hujan turun semakin deras. Ambil motor di parkiran, jas hujan dikenakan, geber motor dengan kecepatan sedang, pulang menuju rumah. Sepertinya hujan turun dengan merata, sepanjang perjalanan dari terminal sampai rumah diguyur hujan. Sampai dirumah segera mengeluarkan barang-barang dari keril, bersih-bersih diri dan istirahat sambil mengenang petualangan menuju Gunung Lawu yang baru saja dilakoni. Seru...!!

share on facebook

4 Komentar:

pelaku antologi said...

Hehehe..saya muncul disini mas...


Gunung Lawu itu deket rumah saya mas..kalau mau muncak, berkunjunglah ke kota kabupaen karanganyar, rumah saya disana..ehehe

Wisnu said...

waah... ini mas benny ya?? lha baru taunya sekarang, coba udah tau dari dulu, pasti mampir mas hehehe.. matur nuwun sudah muncul di sini

Unknown said...

Bismillah....
Maa syaa Allah... Baca tulisan ini berasa ada dlm cerita. Saya juga dari jember bang...Salam kenal.

Unknown said...

Bismillah....
Maa syaa Allah... Baca tulisan ini berasa ada dlm cerita. Saya juga dari jember bang...Salam kenal.

Post a Comment